Belajar Adab Sebelum Ilmu: Pondasi Seorang Penuntut Ilmu

Di tengah derasnya arus informasi dan kemajuan teknologi, akses terhadap ilmu menjadi semakin mudah. Satu klik saja, ribuan artikel, video kajian, dan buku digital bisa langsung kita nikmati. Tapi di balik kemudahan itu, ada satu aspek penting yang mulai tergerus oleh zaman: adab.

 

Padahal, dalam tradisi Islam, adab bukan sekadar pelengkap dalam menuntut ilmu—melainkan pondasi utama. Ia menjadi landasan akhlak, penghormatan, dan kesiapan batin sebelum seseorang menerima cahaya ilmu yang sejati. Ungkapan para ulama terdahulu berbunyi tegas dan penuh makna:

Pelajarilah adab sebelum engkau mempelajari ilmu.

Ungkapan ini bukan hanya sekadar nasihat indah, tapi prinsip hidup yang diwariskan dari generasi ke generasi oleh para ulama besar, yang membuktikan bahwa ilmu yang berkah tidak akan tumbuh dari hati yang sombong, atau lisan yang tak terjaga.

 

Apa Itu Adab?

Secara bahasa, adab berarti akhlak, tata krama, atau etika. Namun dalam Islam, makna adab jauh lebih dalam. Ia adalah cara seseorang menempatkan diri dengan benar di hadapan Allah, Rasul-Nya, guru, ilmu, dan sesama manusia.

 

Adab adalah kepekaan hati dalam bersikap. Ia mengajarkan kapan harus berbicara dan kapan diam, bagaimana menghormati guru, bagaimana menyampaikan perbedaan, dan bagaimana membawa ilmu itu sebagai rahmat, bukan senjata untuk menyerang.

 

Kisah Ulama dan Adab: Warisan yang Nyata

Para ulama terdahulu sangat memahami pentingnya adab. Salah satu kisah paling terkenal datang dari Imam Malik. Dikisahkan bahwa ibunya menyiapkan beliau dengan pakaian terbaik, lalu berkata:

“Pergilah kepada Rabi’ah, dan pelajarilah adabnya sebelum kau pelajari ilmunya.”

Imam Malik kemudian tumbuh menjadi salah satu imam madzhab, dengan keilmuan yang luar biasa, dan adab yang menjadi teladan.

 

Begitu pula Imam Syafi’i. Beliau sangat hormat kepada gurunya, hingga tak berani membuka lembaran kitab dengan suara keras di hadapan Imam Malik. Saking hormatnya, beliau membuka halaman dengan pelan agar tidak mengganggu suasana majelis ilmu.

 

Imam Ahmad bin Hanbal, ulama besar yang terkenal dengan hafalan dan keteguhannya dalam menjaga aqidah, justru dikenal sangat menjaga adab terhadap guru dan sesama penuntut ilmu. Ia bahkan duduk di majelis Imam Syafi’i dalam keadaan diam dan penuh perhatian, meski dirinya pun sudah menjadi tokoh besar.

 

Mengapa Adab Didahulukan?

Ada alasan mendasar mengapa adab harus dipelajari sebelum ilmu:

1. Adab Menjaga Keikhlasan
Adab membuat seorang penuntut ilmu tidak mengejar pujian atau pengakuan. Ia belajar karena Allah, bukan karena ingin terlihat lebih pintar.

2. Adab Membuka Hati untuk Ilmu
Seorang yang rendah hati dan penuh hormat akan lebih mudah menerima ilmu. Ia tidak merasa tahu segalanya, sehingga senantiasa haus akan pelajaran baru.

3. Adab Menumbuhkan Akhlak Mulia
Ilmu yang disertai adab akan membentuk pribadi yang berakhlak luhur—tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga matang secara spiritual dan sosial.

4. Adab Melindungi dari Kesombongan
Tanpa adab, ilmu bisa melahirkan keangkuhan. Orang merasa lebih tinggi dari yang lain, meremehkan pendapat orang lain, bahkan memandang rendah gurunya sendiri.

 

Adab di Era Modern: Tantangan Zaman Kita

Saat ini, ilmu bisa diakses tanpa tatap muka. Kita bisa belajar dari video, artikel, atau bahkan media sosial. Tapi ini juga jadi tantangan baru—karena interaksi tanpa adab semakin mudah terjadi.

 

Berapa banyak orang yang berani menyanggah ulama dengan komentar pedas di internet? Berapa banyak debat terjadi karena merasa paling tahu? Padahal, mungkin belum selesai membaca atau memahami sepenuhnya.

 

Di era ini, adab harus dihidupkan kembali. Saat kita menonton kajian, hormatilah penyampainya. Saat kita membaca tulisan, rendahkan hati untuk memahami, bukan langsung menghakimi. Bahkan saat kita menyebarkan ilmu, pastikan kita tidak melakukannya untuk popularitas semata, melainkan karena ingin berbagi manfaat.

 

Adab kepada Guru: Menjaga Keberkahan Ilmu

Di antara bentuk adab paling utama adalah adab kepada guru. Guru adalah wasilah datangnya ilmu. Mereka bukan sekadar penyampai informasi, tapi pembimbing ruhani yang memegang amanah untuk menyampaikan warisan para nabi. Menjaga adab kepada guru meliputi:

  • Tidak memotong pembicaraan.
  • Mendengarkan dengan penuh perhatian.
  • Tidak menyanggah dengan nada tinggi.
  • Mendoakan mereka dan menjaga nama baiknya.

Adab kepada guru akan menumbuhkan keberkahan dalam ilmu. Sebaliknya, meremehkan guru, bahkan jika ilmu kita kelak melebihi mereka, akan mencabut keberkahan dari ilmu itu sendiri.

 

Adab sebagai Cermin Kematangan Rohani

Adab tidak hanya menunjukkan akhlak, tapi juga kematangan rohani. Seseorang bisa saja pintar, tapi adab menunjukkan seberapa dalam jiwanya memahami peran manusia sebagai hamba Allah. Adab membuat seseorang sadar bahwa ia tidak bisa berjalan sendiri—ilmu, kehidupan, dan keberkahan semuanya datang dari Allah melalui wasilah yang Allah pilih.

 

Menanamkan Adab Sejak Dini

Adab harus ditanamkan sejak dini. Keluarga adalah madrasah pertama. Anak-anak perlu diajarkan cara berbicara yang baik, cara mendengarkan, cara menghargai perbedaan, dan cara bersikap kepada orang yang lebih tua. Sekolah dan pesantren juga punya peran penting dalam melanjutkan pendidikan adab ini.

 

Karena jika adab sudah kokoh sejak kecil, maka ilmu yang datang setelahnya akan menjadi berkah, bukan beban. Akan menjadi cahaya, bukan hanya sekadar data.

 

Kembalilah pada Akar Ilmu

Belajar adab sebelum ilmu bukan berarti kita menunda belajar ilmu. Tapi artinya, kita membentuk wadah hati terlebih dahulu agar ilmu yang masuk bisa membawa manfaat. Tanpa adab, ilmu hanya akan menambah kesombongan. Tapi dengan adab, ilmu akan menumbuhkan kebaikan, akhlak, dan keberkahan.

 

Hari ini, kita tidak sedang kekurangan ilmu. Tapi kita sangat merindukan hadirnya pribadi-pribadi yang berilmu dan beradab. Mari kita mulai dari diri sendiri. Belajar mendengarkan. Belajar menghormati. Belajar menempatkan diri. Karena sesungguhnya,

Adab adalah mahkota ilmu, dan siapa yang mengenakannya, Allah akan angkat derajatnya.