Mengapa Hari Jum’at Begitu Istimewa? Pandangan dari Al-Qur’an dan Hadits

Di tengah kesibukan hidup yang terus berputar, manusia sering kali terjebak dalam irama dunia yang menyesakkan: pekerjaan yang menumpuk, urusan yang tak kunjung usai, serta rutinitas yang menguras tenaga dan waktu. Dalam arus itu, Allah ﷻ memberikan kepada hamba-hamba-Nya waktu-waktu khusus yang dipenuhi rahmat, agar mereka berhenti sejenak—beristirahat, merenung, dan kembali menyambung hubungan dengan-Nya. Salah satu dari waktu yang paling agung itu adalah hari Jum’at, yang tidak hanya menjadi momentum mingguan, tetapi juga hari penuh cahaya, keutamaan, dan ampunan.

 

Hari Jum’at bukan sekedar hari libur atau akhir pekan dalam kalender kerja modern. Ia adalah hari yang dimuliakan oleh syariat, diistimewakan dalam sejarah umat manusia, dan dipenuhi janji-janji ilahi bagi mereka yang memanfaatkannya dengan kesungguhan hati. Di dalamnya terdapat ibadah yang hanya ada di hari itu—shalat Jum’at, khutbah, dan waktu mustajab untuk berdoa. Bahkan, sejarah manusia dimulai dan akan diakhiri pada hari Jum’at. Maka tidak berlebihan ketika Nabi Muhammad ﷺ menyebut hari ini sebagai “Sayyidul Ayyam”—penghulu segala hari.

 

Namun, apa sebenarnya yang menjadikan hari Jum’at begitu istimewa dalam pandangan Islam? Bagaimana Al-Qur’an dan hadits menggambarkan keutamaannya? Dan bagaimana seharusnya seorang Muslim menyambut hari tersebut agar tidak terlewat begitu saja tanpa makna? Artikel ini akan mengajak kita menelusuri jawabannya dengan menyelami dalil-dalil dari wahyu dan sunnah Rasulullah ﷺ.

 

1. Hari Jum’at dalam Al-Qur’an

Allah ﷻ mengabadikan keistimewaan hari Jum’at dalam sebuah surah khusus dalam Al-Qur’an yang dinamai Surah Al-Jumu’ah. Firman-Nya:

“Wahai orang-orang yang beriman! Apabila diseru untuk melaksanakan shalat pada hari Jum’at, maka segeralah kamu mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.” (QS. Al-Jumu’ah: 9)

Ayat ini menegaskan betapa mulianya hari Jum’at, hingga Allah memerintahkan umat Islam untuk meninggalkan aktivitas duniawi—bahkan jual beli sekalipun—demi menyambut seruan shalat Jum’at. Hal ini menunjukkan bahwa waktu tersebut bukan sekedar rutinitas mingguan, tapi panggilan ilahi untuk mendekat kepada-Nya.

 

2. Keutamaan Hari Jum’at dalam Hadits

Rasulullah ﷺ menyampaikan banyak hadits yang menegaskan kemuliaan hari Jum’at. Salah satu yang paling terkenal adalah:

“Sebaik-baik hari yang terbit padanya matahari adalah hari Jum’at. Pada hari itu Adam diciptakan, pada hari itu ia dimasukkan ke dalam surga, dan pada hari itu pula ia dikeluarkan darinya. Dan tidak akan terjadi kiamat kecuali pada hari Jum’at.” (HR. Muslim)

Dari hadits ini, kita memahami bahwa hari Jum’at tidak hanya penting dalam sejarah penciptaan manusia, tetapi juga akan menjadi momen besar dalam akhir perjalanan manusia: hari kiamat. Ini menunjukkan bahwa hari Jum’at adalah simpul waktu yang menghubungkan awal dan akhir kehidupan umat manusia.

 

3. Waktu Mustajab untuk Berdoa

Salah satu keistimewaan yang tak kalah penting adalah adanya waktu mustajab—yaitu waktu di mana doa-doa sangat mungkin dikabulkan oleh Allah ﷻ. Rasulullah ﷺ bersabda:

“Sesungguhnya pada hari Jum’at terdapat satu waktu yang tidaklah seorang hamba Muslim bertepatan dengannya dalam keadaan ia sedang berdiri shalat lalu ia memohon sesuatu kepada Allah, melainkan Allah akan memberikannya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Ulama berbeda pendapat mengenai kapan tepatnya waktu mustajab tersebut, namun sebagian besar menyebut antara waktu ashar hingga maghrib. Ini menjadi momen berharga untuk memperbanyak doa, istighfar, dan permohonan ampun.

 

4. Shalat Jum’at: Simbol Persatuan dan Kepemimpinan Umat

Hari Jum’at juga menjadi titik temu umat Islam dalam shalat Jum’at berjamaah, yang memiliki kedudukan khusus dalam syariat. Shalat ini bukan hanya ritual ibadah, tapi juga momen penguatan ukhuwah dan penegasan kepemimpinan spiritual dalam Islam.

“Shalat Jum’at adalah hak yang wajib bagi setiap Muslim, kecuali empat: budak, wanita, anak kecil, dan orang sakit.” (HR. Abu Dawud dan Hakim)

Dalam khutbah Jum’at, umat Islam mendapatkan nasihat dan pengarahan rohani yang memperkuat iman dan menjaga kesatuan barisan umat. Maka, shalat Jum’at bukan sekadar pengganti Dzuhur, melainkan cerminan identitas kolektif umat Islam.

 

5. Amalan Sunnah di Hari Jum’at

Untuk menyambut hari yang agung ini, Nabi ﷺ menganjurkan berbagai amalan sunnah, di antaranya:

  • Mandi Jum’at, sebelum pergi ke masjid.
  • Memakai pakaian terbaik dan wangi-wangian.
  • Memperbanyak shalawat kepada Nabi ﷺ, sebagaimana sabda beliau:

“Perbanyaklah shalawat kepadaku pada hari dan malam Jum’at.” (HR. Al-Baihaqi)

  • Membaca Surah Al-Kahfi, yang menurut hadis akan menerangi antara dua Jum’at.

Menjadikan Hari Jum’at Sebagai Momentum Rohani

Hari Jum’at bukan sekedar jeda dalam pekan, melainkan peluang emas untuk mendekat kepada Allah, memperkuat iman, dan membersihkan diri dari dosa. Ia adalah hari refleksi, ibadah, dan penyambung antara dunia dan akhirat.

 

Maka dari itu, mari kita jadikan hari Jum’at sebagai hari yang dinantikan, bukan dilalaikan. Sebab siapa yang memuliakan hari ini dengan ibadah dan ketakwaan, niscaya Allah akan memuliakannya dengan limpahan rahmat dan ampunan.

“Barang siapa yang datang ke shalat Jum’at dengan bersuci, lalu mendengarkan khutbah dengan penuh perhatian, maka akan diampuni dosanya antara Jum’at itu dan Jum’at berikutnya, ditambah tiga hari.” (HR. Muslim)

Semoga kita termasuk hamba-hamba yang mencintai hari Jum’at, dan hari Jum’at pun mencintai kita—hingga menjadi saksi kebaikan di hadapan Allah pada Hari Pembalasan.