Setiap tahun, ketika gema takbir Idul Adha menggema ke seluruh penjuru negeri, suasana hati kaum Muslimin terasa berbeda. Ada semangat pengorbanan, rasa syukur, dan keinginan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Di tengah semarak ibadah qurban, kita sering mendengar istilah shohibul qurban. Namun, siapakah sebenarnya shohibul qurban itu? Apa perannya dalam ibadah kurban, dan tanggung jawab apa yang menyertainya?
Artikel ini akan mengupas secara mendalam siapa itu shohibul qurban, memahami esensi keberadaannya dalam ibadah qurban, serta menyoroti hak dan kewajiban yang perlu dipahami oleh setiap Muslim yang berniat menjadi pemilik hewan kurban.
Makna dan Definisi Shohibul Qurban
Dalam bahasa Arab, kata “shohib” berarti “pemilik” atau “sahabat”, dan “qurban” berasal dari kata qarraba yang berarti mendekat. Maka, shohibul qurban secara harfiah adalah orang yang memiliki atau melaksanakan ibadah kurban — yakni seseorang yang menyembelih hewan kurban atas namanya, sebagai bentuk taqarrub (pendekatan diri) kepada Allah SWT.
Dalam praktiknya, shohibul qurban adalah:
- Orang yang membeli dan menyerahkan hewan kurban untuk disembelih.
- Orang yang diniatkan dalam ibadah kurban, baik atas nama sendiri maupun atas nama orang lain (misalnya orang tua atau keluarga yang telah meninggal, dengan izin dan niat yang benar).
Kriteria Menjadi Shohibul Qurban
Islam menetapkan beberapa syarat bagi seseorang agar sah dan pantas menjadi shohibul qurban, di antaranya:
1. Muslim
Hanya Muslim yang diperbolehkan melaksanakan ibadah kurban. Ibadah ini adalah syiar keimanan dan bentuk ibadah yang tidak sah dilakukan oleh non-Muslim.
2. Baligh dan Berakal
Kurban adalah ibadah yang memerlukan niat dan kesadaran. Maka, hanya orang yang telah baligh dan berakal yang menjadi subjek utama sebagai shohibul qurban. Anak-anak tetap boleh diikutsertakan kurbannya atas nama orang tua mereka.
3. Mampu Secara Finansial
Kurban diperuntukkan bagi mereka yang memiliki kelapangan rezeki. Ini bukan kewajiban bagi yang tidak mampu. Nabi Muhammad SAW bersabda,
“Barang siapa yang memiliki kelapangan rezeki dan tidak berkurban, maka janganlah ia mendekati tempat shalat kami.” (HR. Ahmad dan Ibnu Majah)
Tanggung Jawab Shohibul Qurban
Menjadi shohibul qurban bukan hanya soal membeli hewan dan menyaksikan penyembelihannya. Ada tanggung jawab moral, spiritual, dan teknis yang harus dipenuhi:
1. Niat yang Ikhlas
Shohibul qurban harus meluruskan niat bahwa ibadah ini murni karena Allah, bukan demi pujian atau gengsi. Ibadah kurban adalah simbol kepasrahan dan ketundukan, sebagaimana Nabi Ibrahim dan Ismail ‘alaihissalam telah mencontohkannya.
2. Memilih Hewan yang Sesuai Syarat
Hewan kurban harus memenuhi syarat syar’i: sehat, cukup umur, tidak cacat, dan dalam kondisi baik. Shohibul qurban bertanggung jawab memastikan hewan yang dibeli benar-benar layak untuk dikurbankan.
3. Memastikan Proses Penyembelihan Sesuai Syariat
Penyembelihan harus dilakukan pada waktu yang ditentukan (tanggal 10–13 Dzulhijjah), oleh orang yang memenuhi syarat, dan dengan menyebut nama Allah. Shohibul qurban boleh menyembelih sendiri atau mewakilkannya kepada panitia atau ahli.
4. Mengelola Pembagian Daging Kurban
Daging kurban sebaiknya dibagikan sesuai ketentuan: sebagian untuk diri sendiri dan keluarga, sebagian untuk disedekahkan kepada fakir miskin, dan boleh juga diberikan sebagai hadiah. Shohibul qurban tidak boleh menjual bagian apa pun dari hewan kurban, termasuk kulitnya, sebagai bentuk penghormatan terhadap ibadah tersebut.
5. Tidak Memanfaatkan Kurban untuk Kepentingan Pribadi
Nabi melarang upah penyembelih diambil dari daging kurban. Sebab, kurban bukan ajang transaksi, tetapi bentuk pengorbanan. Rasulullah SAW bersabda,
“Barangsiapa menyembelih (hewan kurban), maka janganlah ia memberikan sesuatu dari hewan itu kepada tukang jagal sebagai upah. Kami akan memberikan upah kepadanya dari kantong kami.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Pahala dan Keutamaan Shohibul Qurban
Allah SWT menjanjikan pahala besar bagi shohibul qurban. Dalam hadits riwayat Tirmidzi, Rasulullah SAW bersabda:
“Tidak ada amalan yang dilakukan anak Adam pada hari Nahr (Idul Adha) yang lebih dicintai Allah selain dari menyembelih hewan. Sesungguhnya hewan itu akan datang pada hari kiamat dengan tanduk, bulu, dan kukunya. Dan sesungguhnya darah hewan itu akan sampai kepada Allah sebelum jatuh ke tanah. Maka bersihkanlah niat kalian ketika berkurban.”
Ibadah kurban bukan hanya berdampak pada yang menerima dagingnya, tetapi juga mendidik shohibul qurban untuk lebih ikhlas, bersyukur, dan rela berkorban demi kebaikan yang lebih besar.
Menjadi Shohibul Qurban, Menjadi Pencari Ridho
Shohibul qurban bukan sekedar istilah teknis dalam ibadah Idul Adha. Ia adalah wujud nyata dari penghambaan, simbol ketaatan, dan tanda kecintaan kepada Allah SWT. Menjadi shohibul qurban berarti siap mempersembahkan sebagian dari yang kita cintai, demi mendekat kepada Zat Yang Maha Mencintai.
Di tengah hiruk-pikuk dunia yang serba materialistik, ibadah kurban mengingatkan kita bahwa yang terpenting bukan seberapa besar hewan yang dikurbankan, tetapi seberapa tulus hati yang berkurban.
Semoga Allah menjadikan kita semua termasuk dalam golongan yang dimampukan menjadi shohibul qurban yang ikhlas, dan menerima setiap tetes darah kurban kita sebagai bukti cinta kepada-Nya. Aamiin.