Mempersiapkan Bekal: Memperbanyak Amal, Menuju Alam Akhirat

Setiap kita yang lahir ke dunia, sejatinya sedang menempuh perjalanan panjang menuju satu kepastian mutlak: kematian. Tak ada makhluk bernyawa yang bisa mengelak dari takdir ini. Sebagaimana firman Allah SWT:

“Setiap yang bernyawa akan merasakan mati.” (QS. Ali Imran: 185)

Kematian bukanlah akhir, melainkan pintu menuju alam akhirat — alam yang abadi, di mana amal menjadi satu-satunya bekal. Dunia ini ibarat ladang, tempat menanam kebaikan yang hasilnya baru akan dipanen di akhirat nanti. Sayangnya, dalam hiruk-pikuk dunia, banyak manusia terlena, lupa mempersiapkan perbekalan menuju kampung sejati.

 

Maka pertanyaannya, apa bekal terbaik untuk menempuh perjalanan tak bertepi ini? Jawabannya satu: amal saleh yang ikhlas karena Allah.

 

1. Dunia: Sekadar Persinggahan, Bukan Tempat Tinggal Abadi

Allah mengingatkan manusia dalam Al-Qur’an:

“Dan kehidupan dunia ini hanyalah kesenangan yang memperdaya.” (QS. Ali Imran: 185)

Dunia memang menggoda dengan gemerlapnya. Jabatan, harta, popularitas, semua membuat manusia seolah ingin menetap selamanya. Padahal, dunia ini bukan tujuan. Ia seperti halte sebelum perjalanan panjang. Seorang musafir bijak tak akan berlama-lama di halte, apalagi membangun rumah di sana. Sebaliknya, ia akan mengumpulkan bekal secukupnya untuk sampai ke tujuan.

 

Rasulullah SAW mengibaratkan dunia seperti penyeberangan. Beliau bersabda:

“Jadilah engkau di dunia seakan-akan orang asing atau pengembara.” (HR. Bukhari)

Siapa pun yang sadar akan hakikat ini akan menjadikan dunia hanya sebagai ladang amal. Ia tidak akan terpikat dengan harta yang fana, jabatan yang sementara, atau popularitas semu. Sebab ia yakin, kehidupan sejati justru ada setelah mati.

 

2. Amal Saleh: Bekal Terbaik Menuju Akhirat

Apa yang akan menemani manusia di alam kubur, padang mahsyar, dan hari pembalasan? Bukan keluarga, bukan harta, bukan teman, melainkan amal saleh.

 

Rasulullah SAW bersabda:

“Apabila manusia meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, atau anak saleh yang mendoakannya.” (HR. Muslim)

Amal menjadi sahabat setia di kala semua meninggalkan. Ia akan menerangi kubur, menolong di padang mahsyar, dan menuntun menuju surga. Semakin banyak amal saleh yang ditanam, semakin ringan langkah di akhirat.

 

Namun, amal yang diterima bukan sekadar amal banyak atau megah di mata manusia. Allah menilai keikhlasan dan kesesuaian dengan sunnah Rasulullah. Amal tanpa niat ikhlas adalah debu berterbangan. Sebaliknya, amal kecil namun ikhlas lebih berharga di sisi Allah.

 

3. Mengapa Harus Memperbanyak Amal dari Sekarang?

Usia kita terbatas. Tak ada yang tahu kapan ajal menjemput. Bisa jadi besok, bahkan detik ini. Maka, menunda amal adalah kerugian besar. Rasulullah SAW mengingatkan:

“Manfaatkan lima perkara sebelum lima perkara: hidupmu sebelum matimu, sehatmu sebelum sakitmu, luangmu sebelum sibukmu, mudamu sebelum tuamu, kayamu sebelum fakirmu.” (HR. Al-Hakim)

Waktu terus berjalan. Hari ini bisa menjadi kesempatan terakhir untuk membaca Al-Qur’an, bersedekah, menolong sesama, atau shalat sunnah. Jangan sampai kita menyesal di akhirat karena lalai di dunia.

 

Al-Qur’an mengisahkan penyesalan ahli kubur:

“Ya Tuhanku, kembalikanlah aku (ke dunia) agar aku dapat beramal saleh yang telah aku tinggalkan.” (QS. Al-Mu’minun: 99-100)

Namun penyesalan itu sia-sia. Tak ada lagi kesempatan kedua.

 

4. Amal Kecil, Pahala Besar

Islam memudahkan umatnya untuk meraih pahala besar meski lewat amal ringan. Misalnya:

  • Senyum kepada saudara adalah sedekah.
  • Membaca Subhanallah, Alhamdulillah, Allahu Akbar memiliki pahala yang sangat besar.
  • Mengucap istighfar membuka pintu pengampunan.
  • Menolong orang lain — meski hanya dengan memberi jalan — bernilai amal shalih.

Jangan remehkan amal kecil. Mungkin amal itu yang menyelamatkan kita kelak.

 

5. Bekal yang Paling Utama: Hati yang Bersih dan Ikhlas

Amal lahiriah akan sia-sia tanpa hati yang bersih. Hasad, riya’, sombong, dendam — semua ini bisa merusak amal seperti api membakar kayu kering.

 

Rasulullah SAW pernah bersabda tentang penghuni surga:

“Akan datang kepada kalian seorang lelaki penghuni surga.” (HR. Ahmad)

Ternyata rahasianya adalah karena ia memiliki hati yang bersih, tidak iri, tidak dendam, dan ikhlas terhadap semua muslim. Maka, memperbaiki hati adalah bagian dari bekal utama menuju akhirat.

 

Jalan Panjang Menuju Surga

Saudaraku, perjalanan menuju akhirat adalah keniscayaan. Dunia ini singkat, sementara alam kubur, mahsyar, sirath, surga, atau neraka adalah abadi. Maka persiapkan bekal sebanyak-banyaknya. Jangan lelah beramal, jangan bosan berbuat baik, jangan menunda kebaikan.

 

Setiap rakaat shalat, setiap helaan zikir, setiap rupiah sedekah, setiap ilmu yang dibagikan — semua akan menjadi cahaya penolong di hari hisab.

 

Semoga kita menjadi hamba-hamba yang bijak, yang sadar akan hakikat hidup, dan yang serius mempersiapkan bekal amal untuk kampung abadi: Akhirat.

“Barangsiapa menginginkan kehidupan akhirat dan berusaha ke arah itu dengan sungguh-sungguh, sedangkan ia beriman, maka usaha mereka itu akan diterima.” (QS. Al-Isra’: 19)