Di tengah hiruk-pikuk dunia yang terus berputar, di tengah laju waktu yang tak pernah mau berhenti, ada satu tempat yang selalu menjadi tujuan hati: keluarga. Ya, keluarga—lingkaran kecil yang Allah anugerahkan kepada setiap insan, tempat di mana cinta tulus mengalir tanpa syarat, tempat di mana kehangatan dan penerimaan tak mengenal batas. Di sanalah letak harta yang paling berharga, sesuatu yang tak dapat diukur oleh harta benda, pangkat, atau jabatan: keberadaan orang-orang terdekat yang menyayangi dan mendukung kita apa adanya.
Keluarga: Awal dari Segalanya
Seorang bayi yang baru lahir, menangis dalam pelukan sang ibu, disambut senyum penuh haru dari sang ayah—itulah awal mula perjalanan kehidupan manusia. Sejak saat itulah, keluarga menjadi lingkungan pertama yang membentuk nilai, akhlak, dan kepribadian seseorang. Di dalam keluargalah, anak-anak belajar tentang kasih sayang, kesabaran, pengorbanan, juga tanggung jawab.
Rasulullah SAW pernah bersabda:
“Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap keluarganya. Dan aku adalah yang terbaik di antara kalian terhadap keluargaku.” (HR. Tirmidzi)
Betapa jelas petunjuk dari Nabi mulia kita bahwa kebaikan sejati seseorang tidak diukur dari penampilannya di hadapan khalayak, melainkan dari sikapnya kepada orang-orang terdekat: ayah, ibu, suami, istri, anak, saudara. Di sana, segala topeng ditanggalkan, wajah asli kita tersingkap nyata.
Tak Ternilai oleh Materi
Dalam zaman serba digital dan serba cepat ini, tak jarang manusia tergoda untuk mengejar kekayaan, jabatan, popularitas, bahkan pengakuan semu dari dunia maya. Mereka berlomba mengumpulkan harta, properti, kendaraan, investasi; berharap dengan semua itu kebahagiaan bisa dibeli.
Namun berapa banyak orang kaya yang hatinya sepi karena kehilangan keluarga? Berapa banyak pejabat tinggi yang merindukan rumah sederhana dan hangat dari masa lalunya?
Bukankah tak ada artinya kekayaan jika tak bisa pulang ke rumah dengan tenang, makan bersama istri dan anak dengan bahagia, bercengkerama dengan orang tua yang selalu mendoakan? Harta yang sejati bukan terletak di rekening bank, melainkan dalam pelukan keluarga yang tulus mencintai.
Pengorbanan Tanpa Pamrih
Lihatlah seorang ibu yang rela mengorbankan tidurnya demi menjaga sang buah hati. Lihatlah seorang ayah yang pulang larut malam dengan tubuh letih demi menafkahi keluarga. Semua itu dilakukan bukan karena imbalan dunia, tapi karena cinta. Sebuah cinta yang tak tertandingi nilainya.
Berapa kali seorang anak melupakan jasa kedua orang tuanya demi kesibukan dunia? Padahal dalam Islam, keridhaan Allah terletak pada keridhaan orang tua. Rasulullah SAW bersabda:
“Ridha Allah tergantung pada ridha orang tua dan murka Allah tergantung pada murka orang tua.” (HR. Tirmidzi)
Maka siapa yang melupakan keluarganya demi mengejar dunia, sungguh ia telah menukar harta yang tak ternilai dengan sesuatu yang rapuh dan fana.
Keluarga: Tempat Kembali dan Berlindung
Ketika dunia mencemooh, ketika orang-orang tak lagi peduli, ketika kaki terhuyung dalam cobaan hidup—ke mana seseorang akan kembali? Jawabannya satu: keluarga. Di sana tempat air mata mengalir tanpa malu, tempat cerita dibagi tanpa rasa takut dihakimi.
Betapa banyak pemuda terjerumus dalam keburukan karena ia kehilangan keluarga yang hangat? Betapa banyak istri suami terpecah karena tak saling menjaga nilai luhur kekeluargaan?
Islam memandang keluarga sebagai miniatur masyarakat. Jika keluarga baik, insya Allah masyarakat pun ikut baik. Sebaliknya, jika keluarga rusak, sulit berharap masyarakat akan mulia.
Membangun Keluarga Sakinah: Bekal Dunia dan Akhirat
Allah Ta’ala berfirman dalam Al-Qur’an:
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri supaya kamu merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang…” (QS. Ar-Rum: 21)
Inilah fondasi keluarga sakinah: mawaddah (cinta) dan rahmah (kasih sayang). Keluarga bukan sekadar formalitas hidup, tapi sarana ibadah. Suami menafkahi istri dan anaknya menjadi sedekah. Istri melayani suaminya menjadi ibadah. Anak yang berbakti membuka pintu surga.
Maka hendaknya keluarga dibangun bukan di atas ambisi dunia, melainkan di atas niat tulus untuk saling menguatkan dalam kebaikan, saling menasihati dalam sabar dan shalat, serta saling menuntun menuju ridha Allah.
Jangan Sia-siakan Harta Ini
Keluarga adalah anugerah terindah yang sering luput disyukuri. Banyak orang baru menyadari betapa berharganya keluarga saat kehilangan datang menjemput. Entah ayah yang telah tiada, ibu yang dipanggil ke haribaan Ilahi, atau anak yang pergi meninggalkan duka.
Selama masih ada waktu, mari perbaiki hubungan dengan keluarga. Minta maaf sebelum terlambat. Peluklah ayah ibu, suami istri, anak-anak, saudara. Berbagi waktu, berbagi kisah, berbagi tawa. Karena kelak, harta benda akan kita tinggalkan, jabatan akan sirna, popularitas akan lenyap—tapi doa keluarga yang shalih bisa menjadi penolong di alam kubur.
Jadikan keluarga sebagai ladang amal shalih yang tak terputus:
“Jika anak Adam meninggal, maka terputuslah amalnya kecuali tiga perkara: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, atau anak shalih yang mendoakannya.” (HR. Muslim)
Sungguh, keluarga adalah harta paling berharga—tak ternilai, tak tergantikan, tak lekang oleh waktu.