Dalam hidup ini, banyak orang yang menghabiskan hari-harinya dengan kecemasan, memikirkan masa depan yang belum tentu datang, memikirkan rezeki yang belum tentu luput. Seakan-akan rezeki itu tersembunyi di balik tirai gelap yang tak mungkin disibak kecuali dengan rasa takut dan khawatir yang berlebih. Padahal, sesungguhnya, rezeki setiap manusia sudah ditentukan dan dijamin oleh Allah sejak ia masih dalam kandungan ibunya.
Rasulullah ﷺ bersabda:
“Sesungguhnya salah seorang di antara kalian dikumpulkan penciptaannya dalam perut ibunya selama empat puluh hari dalam bentuk nutfah, kemudian menjadi ‘alaqah seperti itu juga, kemudian menjadi mudhghah seperti itu juga. Lalu diutus kepadanya malaikat, dan ditiupkan ruh ke dalamnya. Dan diperintahkan (menetapkan) empat perkara: ditulis rezekinya, ajalnya, amalnya, dan apakah ia celaka atau bahagia.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Hadis ini memberikan kita ketenangan batin. Rezeki kita sudah tertulis. Allah yang Mahakuasa, Mahabijaksana, telah menetapkan apa yang akan menjadi hak kita. Tidak akan pernah berkurang, tidak akan pernah salah alamat, tidak akan pernah tertukar. Maka dari itu, mengapa kita harus terlalu khawatir?
Namun, apakah jaminan rezeki berarti kita boleh duduk diam tanpa usaha? Tidak. Justru dalam ketetapan takdir itulah terkandung rahasia besar: ikhtiar kita adalah bagian dari sebab yang Allah kehendaki untuk menjemput rezeki tersebut. Seperti seekor burung yang keluar dari sarangnya di pagi hari dalam keadaan lapar, lalu kembali di sore hari dalam keadaan kenyang. Rasulullah ﷺ bersabda:
“Seandainya kalian bertawakal kepada Allah dengan sebenar-benarnya tawakal, niscaya Allah akan memberi rezeki kepada kalian sebagaimana Dia memberi rezeki kepada burung: ia pergi pagi hari dalam keadaan lapar, dan pulang sore hari dalam keadaan kenyang.” (HR. Ahmad, Tirmidzi)
Burung tidak duduk diam di sarangnya menunggu rezeki jatuh dari langit. Ia keluar, terbang, mencari, berusaha. Namun ia juga tidak pernah khawatir akan kekurangan, karena fitrah dalam hatinya mengajarkan bahwa Allah telah menjamin rezekinya. Begitulah seharusnya hati seorang mukmin. Ia bergerak, berikhtiar, berusaha, namun hatinya tetap tenang karena tahu rezeki sudah ditentukan.
Di sisi lain, rezeki bukan semata-mata soal harta, uang, atau kekayaan materi. Rezeki itu luas: kesehatan, ketenangan, keluarga yang salih, anak yang berbakti, ilmu yang bermanfaat, teman yang baik, hati yang lapang, dan waktu yang berkah. Kadang Allah memberikan sebagian orang kekayaan, namun tidak memberinya ketenangan hati. Sebaliknya, ada orang yang hidup sederhana tapi hatinya penuh syukur, puas dengan ketentuan Allah. Semua itu bagian dari rezeki yang sudah ditetapkan-Nya.
Apa yang membuat kita sering resah? Karena kita mengukur rezeki dengan ukuran manusia, bukan dengan ukuran ketentuan Allah. Kita ingin serba cepat, serba banyak, serba tampak mewah. Padahal Allah menakar rezeki dengan adil dan penuh kasih sayang, sesuai kadar kebutuhan, sesuai kadar kesanggupan kita memikulnya.
Allah berfirman:
“Dan tidak ada suatu makhluk pun yang bergerak (bernyawa) di bumi melainkan semuanya dijamin oleh Allah rezekinya.” (QS. Hud: 6)
Ayat ini seolah menampar kita yang sering lupa bahwa rezeki bukan soal seberapa keras kita bekerja semata, tetapi seberapa kuat kita bertawakal. Usaha tetap penting, bahkan wajib. Tapi hasil akhir, angka pemasukan, keberkahan di dalamnya, itu semua adalah hak prerogatif Allah.
Jangan pula iri dengan rezeki orang lain. Jangan merasa hidup kita paling berat karena rezeki orang lain tampak lebih mudah. Mungkin kita sedang diuji dengan kekurangan, mereka sedang diuji dengan kelapangan. Allah membagi rezeki dengan hikmah-Nya, bukan dengan nafsu manusia. Kita hanya diminta untuk bersyukur atas apa yang telah diberi.
Akhirnya, orang yang benar-benar paham bahwa rezekinya sudah dijamin akan hidup dengan hati yang lebih lapang. Ia bekerja bukan dengan penuh kecemasan, tapi dengan penuh keyakinan. Ia menjemput rezeki dengan sabar, ikhlas, dan tidak curang. Ia tidak merisaukan yang belum terjadi, karena yakin bahwa Allah selalu cukup baginya. Bukankah Allah sendiri yang berjanji,
“Barang siapa bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan memberi jalan keluar baginya, dan memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka” (QS. Ath-Thalaq: 2-3)
Yakinlah, rezekimu terjamin. Yang terpenting, jangan pernah lelah memperbaiki diri, memperbaiki ikhtiar, dan memperbaiki hubunganmu dengan Allah.
Karena sejatinya, bukan rezeki yang kita cari, melainkan keberkahan dari-Nya.