Di tengah arus globalisasi dan perkembangan teknologi yang kian pesat, dunia pendidikan terus berlomba menghasilkan generasi cerdas, tangkas, dan berdaya saing tinggi. Indeks prestasi akademik dijadikan tolok ukur utama keberhasilan. Ranking, nilai ujian, capaian sertifikat, dan gelar-gelar megah menjadi simbol pencapaian yang dielu-elukan. Namun sayangnya, tak jarang pendidikan justru kehilangan ruhnya. Ia menjadi kosong dari nilai, kering dari makna, dan hampa dari arah. Di sinilah pentingnya iman sebagai kompas yang menuntun perjalanan ilmu agar tidak tersesat dalam gelapnya dunia yang semu.
Ilmu yang Tak Dituntun Iman
Ilmu pengetahuan pada hakikatnya adalah anugerah Allah ﷻ yang dititipkan kepada manusia untuk mengelola bumi dengan bijak dan bertanggung jawab. Namun ketika ilmu dipisahkan dari iman, maka potensi besar itu bisa menjadi bumerang. Sejarah telah mencatat betapa banyak orang-orang cerdas, namun kecerdasannya tidak menghadirkan maslahat, bahkan sebaliknya, membawa kerusakan. Ilmuwan tanpa iman bisa menciptakan teknologi yang menghancurkan. Pejabat berpendidikan tinggi bisa menindas rakyat bila kehilangan takut kepada Allah. Itulah dampak dari pendidikan yang kehilangan orientasi spiritual.
Allah ﷻ berfirman dalam Al-Qur’an:
“Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya hanyalah para ulama.” (QS. Fathir: 28)
Ayat ini bukan sekadar menyatakan bahwa ulama itu orang yang berilmu, namun lebih dalam lagi, mereka adalah orang-orang yang memiliki kedalaman ilmu yang berpadu dengan rasa takut kepada Allah. Ketika iman hadir dalam dada seorang penuntut ilmu, maka ilmunya menjadi cahaya, amalnya menjadi bermanfaat, dan akhlaknya menjadi teladan.
Iman Memberi Arah dan Tujuan
Pendidikan sejatinya bukan hanya untuk membentuk manusia yang pandai, tetapi juga manusia yang bijak, santun, dan bertanggung jawab. Di sinilah iman memegang peran sebagai kompas. Iman menunjukkan ke mana arah ilmu harus digunakan, untuk siapa ia dimanfaatkan, dan mengapa ia perlu dikuasai. Iman menumbuhkan kesadaran bahwa ilmu bukan alat kesombongan, bukan sarana mencari dunia semata, tetapi wasilah mendekatkan diri kepada Allah dan menebar manfaat bagi sesama.
Rasulullah ﷺ bersabda:
“Barang siapa menuntut ilmu yang seharusnya diniatkan karena Allah, tetapi dia mempelajarinya hanya untuk mendapatkan tujuan dunia, maka dia tidak akan mencium bau surga pada hari kiamat.” (HR. Abu Dawud dan Ahmad)
Hadis ini menjadi pengingat bahwa niat dalam menuntut ilmu sangatlah penting. Ketika pendidikan tidak disandarkan kepada iman, maka orientasinya akan semata-mata dunia: pekerjaan, gaji tinggi, gelar, status. Akibatnya, lahirlah generasi yang cerdas secara akademik namun rapuh dalam akhlak, jauh dari empati, dan minim kepedulian sosial.
Pendidikan yang Menghidupkan Hati
Iman menjadikan pendidikan tidak hanya menyentuh otak, tetapi juga menumbuhkan hati. Ia membentuk kepribadian utuh, bukan hanya mengasah kecerdasan logika, tetapi juga kecerdasan moral dan spiritual. Dalam Islam, pendidikan bukan hanya proses mentransfer ilmu, tapi juga membina iman dan akhlak. Rasulullah ﷺ sendiri diutus bukan sekadar untuk mengajarkan pengetahuan, tetapi untuk menyempurnakan akhlak manusia.
“Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.” (HR. Ahmad)
Pendidikan yang dipandu oleh iman akan melahirkan manusia-manusia yang rendah hati meskipun tinggi ilmu, yang senang memberi meskipun memiliki, dan yang takut kepada Allah meski tak terlihat oleh manusia. Mereka bukan hanya tahu apa yang harus dilakukan, tetapi juga mengapa dan untuk siapa hal itu dilakukan.
Menyelaraskan Kurikulum Dunia dan Akhirat
Sudah saatnya pendidikan tidak hanya mengejar kesuksesan dunia, tetapi juga mempersiapkan bekal akhirat. Kurikulum yang hanya memuat angka dan rumus tanpa menyentuh dimensi ruhani akan melahirkan generasi yang kering secara spiritual. Maka perlu ada integrasi antara ilmu umum dan nilai-nilai agama. Guru bukan hanya penyampai materi, tetapi juga penanam nilai. Sekolah bukan hanya tempat belajar, tetapi juga ruang pembinaan akhlak.
Sebagaimana Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu berkata:
“Didiklah anak-anakmu, karena mereka akan hidup di zaman yang berbeda dengan zamanmu.”
Zaman boleh berubah, teknologi boleh semakin canggih, tetapi iman harus tetap menjadi pondasi. Tanpa iman, kecanggihan hanya menjadi alat pemusnah. Tanpa iman, pendidikan hanya melahirkan angka, bukan makna.
Mari Menanamkan Iman dalam Setiap Ilmu
Ilmu tanpa iman ibarat cahaya tanpa arah. Ia mungkin terang, tetapi bisa membutakan. Pendidikan sejati adalah pendidikan yang menyentuh hati dan menuntun pada Ilahi. Mari jadikan iman sebagai kompas utama dalam menuntut ilmu, agar kita tidak hanya pandai berpikir, tetapi juga bijak bersikap. Sebab pendidikan sejati bukanlah yang hanya mengisi kepala, tetapi yang mampu menghidupkan jiwa.
“Ilmu yang tidak dibarengi dengan iman dan akhlak akan menjadi beban, bukan keberkahan.”
— (Bijak ulama terdahulu)