Menyambut Maulid Nabi 1447 H: Menyalakan Rindu, Meneguhkan Iman

Maulid Nabi Muhammad ﷺ selalu menjadi momentum yang penuh makna. Bukan sekadar perayaan lahirnya manusia agung, tetapi sebuah momen untuk menghadirkan kembali rindu kepada sosok yang tidak pernah tergantikan sepanjang zaman. Rasulullah ﷺ bukan hanya seorang pemimpin, bukan hanya seorang guru, tetapi beliau adalah cahaya yang menerangi jalan manusia dari kegelapan menuju cahaya iman.

 

Di tahun 1447 Hijriah ini, kita kembali diingatkan bahwa cinta kepada Rasulullah ﷺ bukan sebatas pada peringatan, tetapi pada pengamalan. Bagaimana kita mampu menapaki jejak langkah beliau? Bagaimana kita meneladani akhlaknya yang lembut, sabarnya yang tak berbatas, dan kasih sayangnya yang merangkul seluruh umat?

 

Rasulullah ﷺ pernah digambarkan oleh sahabatnya sebagai “Al-Qur’an yang berjalan.” Segala gerak, tutur, dan sikap beliau adalah tafsir nyata dari wahyu Allah. Ketika kita membaca Al-Qur’an, seharusnya kita membayangkan bagaimana Nabi menerjemahkannya dalam kehidupan. Itulah yang menjadi bekal kita untuk meneladani, bukan sekadar membaca sejarah, melainkan menghadirkan nilai-nilai itu dalam diri.

 

Maulid adalah waktu untuk menghidupkan kembali hati yang mungkin mulai keras. Dengan merindu kepada beliau, semoga hati kita dilunakkan. Dengan mengingat perjuangannya, semoga iman kita dikuatkan. Dan dengan merenungi pengorbanannya, semoga harapan kita tak pernah padam walau hidup sering penuh ujian.

 

Kisah Rindu Para Sahabat

Kerinduan kepada Rasulullah ﷺ bukan hanya milik kita hari ini. Para sahabat pun merasakan hal yang sama, bahkan ketika beliau masih hidup.

 

Diriwayatkan bahwa seorang sahabat bernama Tsauban radhiyallahu ‘anhu, suatu hari terlihat murung dan bersedih. Rasulullah ﷺ menanyakan sebab kesedihannya. Tsauban menjawab, “Ya Rasulullah, tidak ada yang membuatku sakit hati kecuali bila aku teringat bahwa kelak di akhirat, engkau akan berada di tempat yang tinggi bersama para nabi, sementara aku entah di mana. Aku takut tidak bisa melihatmu lagi.”

 

Mendengar itu, Rasulullah ﷺ diam sejenak. Tak lama turunlah wahyu Allah dalam surah An-Nisa ayat 69:

Barangsiapa menaati Allah dan Rasul-Nya, mereka akan bersama-sama dengan orang-orang yang Allah beri nikmat, yaitu para nabi, shiddiqin, syuhada, dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya.”

Ayat itu menjadi penegas bahwa kerinduan sejati kepada Rasulullah ﷺ adalah dengan menaati beliau. Itulah jalan agar kelak kita bisa bersama beliau di surga.

 

Menjadikan Sholawat Sebagai Tanda Cinta

Sahabat, jangan biarkan maulid hanya menjadi acara seremonial. Jadikan ia pintu masuk untuk semakin memperbanyak sholawat. Karena setiap sholawat yang terucap, sejatinya adalah jembatan cinta kita kepada Rasulullah ﷺ. Allah sendiri menjanjikan rahmat dan pengampunan bagi hamba-hamba yang tak bosan bershalawat kepada kekasih-Nya.

 

Mari jadikan Maulid Nabi 1447 H ini sebagai titik awal perjalanan baru: perjalanan hati yang lebih lembut, iman yang lebih kuat, dan harapan yang selalu hidup. Semoga kelak, di yaumil akhir, kita termasuk orang-orang yang mendapat syafaat Rasulullah ﷺ.

Shallallahu ‘ala Muhammad, shallallahu ‘alaihi wasallam.

Jangan lupa sholawatnya yaa sahabat, karena sholawat adalah tanda cinta kita pada Nabi tercinta.