Ilmu dan Harta di Tangan Orang Beriman: Jalan Menuju Kebaikan dan Keberkahan

Dalam perjalanan hidup manusia, ada dua hal yang kerap menjadi bekal sekaligus ujian: ilmu dan harta. Keduanya adalah amanah besar dari Allah ﷻ. Tidak sedikit manusia yang tertipu oleh keduanya—ilmu membuat sombong, harta membuat lalai. Namun di tangan orang beriman, ilmu dan harta justru menjadi sarana menghadirkan kebaikan dan keberkahan yang luas, bahkan melampaui usia dan generasi.

 

Ilmu yang Diamalkan, Karya yang Hidup Abadi

Rasulullah ﷺ bersabda:

“Apabila manusia meninggal dunia, maka terputuslah amalnya kecuali dari tiga perkara: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak shalih yang mendoakan orang tuanya.” (HR. Muslim)

Hadis ini mengajarkan bahwa ilmu tidak hanya berhenti pada pemahaman. Ilmu yang tertanam dalam hati orang beriman akan menjadi cahaya yang menggerakkan amal. Seorang alim yang menularkan ilmunya, seorang guru yang ikhlas mendidik, atau bahkan seorang hamba sederhana yang mengajarkan satu ayat, satu doa, atau satu nasihat—mereka semua meninggalkan jejak kebaikan yang tak lekang oleh waktu.

 

Ilmu yang diamalkan menghadirkan karya nyata. Dari tangan para ulama lahir kitab-kitab yang hingga kini masih menjadi rujukan. Dari orang-orang beriman lahir karya sosial, pendidikan, hingga gerakan dakwah yang terus berkembang. Ilmu bukan hanya menambah pengetahuan, tetapi menjadi energi untuk berkarya, menebar manfaat, dan menuntun umat menuju jalan Allah.

 

Harta yang Diwakafkan, Keberkahan yang Mengalir

Harta pada hakikatnya adalah titipan. Allah ﷻ berfirman:

“Dan nafkahkanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang kematian kepada salah seorang di antara kamu, lalu ia berkata: ‘Ya Rabb-ku, mengapa Engkau tidak menangguhkan (kematian)ku sebentar saja, maka aku akan bersedekah dan aku akan termasuk orang-orang yang shalih.’” (QS. Al-Munafiqun: 10)

Ketika harta berada di tangan orang beriman, ia tidak sekadar menjadi alat pemuas hawa nafsu, melainkan menjadi jalan menuju keberkahan. Salah satu bentuk paling mulia dari penggunaan harta adalah wakaf.

 

Wakaf adalah investasi abadi. Ia tidak hanya bermanfaat sekali pakai, melainkan terus mengalir manfaatnya. Seorang mukmin yang mewakafkan tanahnya untuk masjid, mewakafkan bukunya untuk ilmu, atau mewakafkan hartanya untuk pendidikan, sesungguhnya sedang menanam pohon amal yang buahnya terus dipetik meski ia telah kembali ke rahmatullah.

 

Sejarah mencatat, peradaban Islam tidak terlepas dari wakaf. Universitas Al-Azhar di Mesir berdiri karena wakaf. Banyak rumah sakit, sekolah, bahkan sumur di masa Rasulullah ﷺ, dibangun dari wakaf. Inilah bukti bahwa harta di tangan orang beriman dapat melahirkan keberkahan yang melampaui batas ruang dan waktu.

 

Ilmu dan Harta: Dua Sayap Peradaban

Apabila ilmu menggerakkan akal dan hati menuju amal, maka harta yang dikelola dengan iman mengokohkan amal itu menjadi nyata. Ilmu tanpa harta kadang terhenti pada wacana, sementara harta tanpa ilmu bisa menjadi bumerang. Namun ketika keduanya berpadu dalam genggaman orang beriman, maka lahirlah peradaban yang penuh cahaya.

 

Seorang ulama yang berilmu dan seorang dermawan yang berwakaf saling melengkapi. Ilmu mengarahkan, harta menguatkan. Dari sinilah lahir masjid-masjid megah, sekolah-sekolah Islam, perpustakaan, dan karya monumental yang bertahan hingga hari ini.

 

Menjadi Pemegang Amanah

Ilmu dan harta adalah amanah, dan setiap kita adalah pemegangnya dalam kadar yang berbeda. Bagi yang memiliki ilmu, jangan berhenti pada pemahaman, tapi amalkanlah. Bagi yang memiliki harta, jangan berhenti pada kepemilikan, tapi salurkanlah.

 

Di tangan orang beriman, ilmu melahirkan karya kebaikan, dan harta melahirkan keberkahan. Inilah jalan agar hidup tidak hanya bermanfaat di dunia, tetapi juga berbuah pahala abadi di akhirat.