Ilmu bukanlah sekadar deretan teori yang dipelajari dari buku, bukan pula sekadar hafalan yang terucap di lisan. Ilmu adalah cahaya. Ia bagaikan lentera yang menerangi jalan sebelum kita melangkah, agar kaki tidak tergelincir, agar hati tidak salah arah, dan agar hidup tidak berakhir dalam penyesalan.
Tanpa ilmu, amal bisa tersesat. Seperti orang yang berjalan di kegelapan malam tanpa lampu, ia bisa saja berlari dengan semangat, tapi langkahnya berujung ke jurang. Begitu pula amal tanpa ilmu: niat baik sekalipun bisa salah sasaran jika tidak dipandu dengan pengetahuan yang benar. Betapa banyak orang yang ingin beribadah, namun salah cara. Betapa banyak yang ingin menolong, namun menyalahi aturan. Ilmu menjadi panduan agar setiap amal benar-benar bernilai di sisi Allah.
Namun sebaliknya, tanpa amal, ilmu hanya jadi hiasan. Ia indah saat diucapkan, memukau saat disampaikan, tapi hampa karena tidak dijalani. Ilmu yang tidak diamalkan bagaikan pohon rindang tanpa buah, menyejukkan pandangan tapi tidak memberi manfaat. Rasulullah ﷺ pernah mengajarkan doa agar kita dijauhkan dari ‘ilman laa yanfa’ — ilmu yang tidak bermanfaat. Karena ilmu yang tidak diamalkan justru bisa menjadi beban di hari perhitungan.
Ilmu dan amal ibarat dua sayap seekor burung. Tanpa salah satunya, ia tidak akan bisa terbang menuju tujuan. Begitu pula manusia, ia tidak akan sampai pada derajat kemuliaan kecuali jika memiliki ilmu yang menuntun amal, dan amal yang meneguhkan ilmu.
Bayangkan seseorang yang hanya berilmu tapi tidak beramal; ia seperti orang yang tahu arah kiblat, tapi tidak pernah shalat. Atau bayangkan seseorang yang rajin beramal tapi tanpa ilmu; ia seperti orang yang berlari ke timur padahal tujuannya ada di barat. Keduanya sama-sama kehilangan arah.
Kisah Ulama: Ilmu yang Hidup dalam Amal
Diceritakan bahwa Imam Al-Ghazali rahimahullah, seorang ulama besar yang digelari Hujjatul Islam, pernah ditanya oleh muridnya, “Wahai Guru, manakah yang lebih utama: ilmu atau amal?”
Beliau menjawab dengan penuh hikmah,
“Ilmu tanpa amal adalah kegilaan, dan amal tanpa ilmu adalah kesia-siaan. Keduanya harus berjalan beriringan, sebagaimana pelita dan cahaya yang dihasilkannya.”
Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah juga pernah diuji dengan siksaan saat mempertahankan kebenaran akidah. Beliau mampu bersabar bukan karena sekadar ilmu di kepalanya, tapi karena ilmu itu sudah menjadi keyakinan yang terwujud dalam amal nyata. Ilmunya bukan hiasan, melainkan pegangan hidup.
Kisah Nyata: Anak yang Tak Pernah Lupa Ilmu Gurunya
Ada seorang anak kecil yang dahulu miskin, sering berjalan kaki puluhan kilometer demi menghadiri majelis ilmu. Suatu hari, sang guru berkata kepadanya,
“Nak, ilmu itu bukan untuk dipamerkan. Ilmu adalah amanah. Jika engkau tahu, maka amalkan, walau kecil. Karena Allah tidak menilai seberapa banyak ilmu yang engkau hafal, tapi seberapa banyak ilmu yang engkau jalankan.”
Bertahun-tahun kemudian, anak kecil itu tumbuh menjadi seorang pemimpin umat, dikenal luas karena akhlaknya yang mulia. Bukan hanya pintar, tapi juga rendah hati dan penuh kasih sayang. Orang-orang hormat kepadanya bukan karena ilmunya semata, tapi karena ia menjalankan ilmunya dalam amal.
Menutup Renungan
Hidup ini singkat. Jangan kita habiskan dengan sekadar tahu tapi tidak melakukan, atau sekadar melakukan tanpa tahu. Mari berjalan dengan cahaya ilmu, lalu melangkah dengan amal yang nyata. Dengan begitu, insyaAllah hidup kita akan menjadi perjalanan yang terarah, penuh manfaat, dan berujung pada ridha Allah.
Karena sejatinya, ilmu yang sejati bukanlah yang hanya tersimpan di buku atau di kepala, melainkan ilmu yang mengalir dalam amal, melekat dalam akhlak, dan berbuah dalam kebaikan yang terus menerus.