Asyura dan Tasu’a: Dua Hari Puasa Penuh Ampunan dan Keberkahan

Bulan Muharram adalah salah satu bulan yang sangat dimuliakan dalam Islam. Ia termasuk dari empat bulan haram (suci) yang disebutkan dalam Al-Qur’an, di mana amal kebaikan dilipatgandakan dan perbuatan dosa pun lebih berat hukumannya. Di antara hari-hari istimewa dalam bulan ini terdapat dua tanggal yang sangat dianjurkan untuk berpuasa, yaitu tanggal 9 dan 10 Muharram, yang dikenal sebagai puasa Tasu’a dan Asyura. Kedua hari ini bukan sekadar momen ibadah, tetapi juga sarat dengan nilai sejarah, spiritualitas, dan pengampunan dari Allah SWT.

 

Keutamaan Puasa Asyura

Puasa Asyura, yakni puasa pada tanggal 10 Muharram, memiliki keutamaan yang sangat besar. Rasulullah SAW bersabda:

“Puasa Asyura, aku berharap kepada Allah agar dapat menghapus dosa setahun yang lalu.” (HR. Muslim)

Betapa agungnya rahmat Allah, dengan hanya satu hari berpuasa, dosa-dosa kecil yang telah dilakukan selama satu tahun sebelumnya bisa dihapuskan. Ini menjadi motivasi kuat bagi setiap Muslim untuk tidak melewatkan puasa Asyura sebagai bentuk rasa syukur dan taubat kepada Allah. Hari Asyura juga memiliki nilai sejarah besar, karena pada hari ini Allah menyelamatkan Nabi Musa AS dan Bani Israil dari kejaran Firaun dan bala tentaranya, yang kemudian ditenggelamkan di Laut Merah.

 

Ketika Rasulullah SAW tiba di Madinah dan melihat kaum Yahudi berpuasa pada hari Asyura sebagai bentuk penghormatan atas keselamatan Nabi Musa, beliau bersabda:

“Kami lebih berhak terhadap Musa daripada mereka.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Sejak itu, Rasulullah pun memerintahkan umat Islam untuk berpuasa pada hari tersebut, bahkan sebelum puasa Ramadhan diwajibkan.

 

Hikmah Menambah dengan Puasa Tasu’a

Namun demikian, Rasulullah SAW juga menganjurkan untuk menambah puasa pada tanggal 9 Muharram, yang disebut puasa Tasu’a, guna membedakan diri dari kebiasaan kaum Yahudi yang hanya berpuasa pada tanggal 10 saja. Beliau bersabda:

“Jika aku masih hidup tahun depan, aku pasti akan berpuasa tanggal 9 (Muharram).” (HR. Muslim)

Maka dari itu, puasa Tasu’a menjadi sunnah muakkadah (sunnah yang sangat dianjurkan), karena mengiringi puasa Asyura dan menunjukkan sikap ittiba’ (mengikuti sunnah) yang sejati. Selain sebagai penegasan identitas keislaman, puasa dua hari ini sekaligus memperkuat tekad kita dalam membersihkan jiwa, memperbaiki diri, dan menumbuhkan keikhlasan dalam ibadah.

 

Momentum Muhasabah dan Penguatan Iman

Puasa Tasu’a dan Asyura sejatinya lebih dari sekadar menahan lapar dan haus. Ia menjadi momentum untuk muhasabah, merefleksikan perjalanan hidup setahun ke belakang, serta berkomitmen untuk menjadi insan yang lebih baik di tahun baru hijriyah yang baru saja dimulai. Dalam suasana Muharram, kita diajak untuk memperdalam spiritualitas, memperbanyak amal saleh, serta meneladani para nabi yang diuji, diselamatkan, dan ditinggikan derajatnya oleh Allah.

 

Bagi umat Islam hari ini, yang hidup di tengah tantangan zaman, puasa ini menjadi pengingat bahwa jalan keselamatan dan kemenangan selalu dimulai dari ketaatan. Sebagaimana Nabi Musa taat dan percaya penuh kepada Allah, dan sebagaimana Rasulullah SAW meneladani jejak para nabi sebelumnya, demikian pula seharusnya kita sebagai umatnya: selalu menyambut kesempatan ibadah dengan penuh semangat dan keikhlasan.