Bismillah: Mengawali Setiap Langkah dengan Keikhlasan kepada Allah

Bismillāhir-Raḥmānir-Raḥīm. Sebuah kalimat pembuka yang ringan di lisan, tetapi berat dalam maknanya. Kalimat ini bukan sekadar pembukaan formal dalam aktivitas harian seorang Muslim, melainkan pernyataan agung yang memuat pengakuan, pengharapan, dan penyerahan diri kepada Allah Subḥānahu wa Ta‘ālā. Di dalamnya terkandung nilai keikhlasan yang menjadi inti dari setiap amal. Artikel ini mengajak kita merenung: sudahkah setiap langkah kita benar-benar diawali dengan nama Allah dan dilandasi niat yang tulus karena-Nya?

 

Makna Bismillah yang Dalam

“Bismillah” berarti “Dengan nama Allah”, dan lanjutan “Ar-Raḥmān Ar-Raḥīm” menegaskan bahwa Allah adalah Dzat yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Ini bukan sekadar formula pembuka, melainkan deklarasi bahwa setiap amal kita dimulai dengan menyebut nama Tuhan yang Maha Lembut lagi Maha Penyayang, seakan kita memohon agar kasih sayang-Nya menyertai langkah kita.

 

Dalam tafsir para ulama, kata “Bismillah” mencakup makna memohon pertolongan, keberkahan, dan bimbingan dari Allah. Imam Ibnul Qayyim rahimahullah menjelaskan bahwa siapa yang memulai segala sesuatu dengan menyebut nama Allah, maka ia telah menanamkan ketergantungan hati hanya kepada-Nya, bukan kepada makhluk.

 

Keikhlasan: Ruh dari Setiap Amal

Keikhlasan (ikhlāṣ) adalah amalan hati yang menjadikan Allah satu-satunya tujuan dalam segala amal. Ketika seseorang berkata “Bismillah” sebelum berbuat, sejatinya ia sedang menata niatnya agar hanya tertuju kepada Allah.

 

Rasulullah ﷺ bersabda:

“Sesungguhnya setiap amal tergantung pada niat, dan sesungguhnya setiap orang (akan dibalas) berdasarkan apa yang ia niatkan…” (HR. Bukhari dan Muslim)

Dengan niat yang ikhlas, amal yang tampak kecil bisa bernilai besar di sisi Allah. Namun sebaliknya, amal yang tampak besar bisa menjadi sia-sia jika tidak dilandasi keikhlasan. Di sinilah pentingnya memulai dengan Bismillah—sebagai peringatan awal untuk meluruskan niat.

 

Bismillah dalam Kehidupan Sehari-hari

Seorang Muslim diajarkan untuk memulai segala urusan dengan Bismillah—makan, menulis, memasuki rumah, bahkan sebelum menyembelih hewan. Hal ini bukan semata rutinitas, tapi pelatihan spiritual agar hati senantiasa sadar bahwa Allah adalah tujuan dan penolong dalam setiap hal.

 

Dalam aktivitas duniawi seperti bekerja, belajar, atau mengurus rumah tangga—jika semua diawali dengan Bismillah dan dilandasi niat mencari rida Allah, maka itu menjadi ibadah. Imam Nawawi menekankan bahwa amal mubah (yang asalnya netral) bisa berubah menjadi ibadah jika diniatkan karena Allah. Inilah bukti betapa besarnya pengaruh keikhlasan yang dibingkai dengan Bismillah.

 

Tanda Amal yang Ikhlas

Imam Al-Fudhail bin ‘Iyadh rahimahullah pernah ditanya tentang makna amal yang paling utama. Ia menjawab:

“Yang paling ikhlas dan paling benar.”

Lalu ia menjelaskan: “Jika amal itu ikhlas tapi tidak benar, maka tidak diterima. Jika benar tapi tidak ikhlas, juga tidak diterima. Ikhlas artinya dilakukan karena Allah, dan benar artinya sesuai sunnah Rasulullah ﷺ.”

Artinya, mengawali amal dengan Bismillah adalah gerbang menuju keikhlasan. Tapi ia harus disertai dengan pengamalan yang benar agar menjadi amal shalih yang diterima. Maka seorang Muslim perlu terus mengoreksi dirinya—apakah langkah ini benar-benar karena Allah, ataukah karena ingin dilihat manusia?

 

Buah dari Keikhlasan

Amal yang ikhlas akan tumbuh dan berkembang, walau tampak kecil. Lihatlah bagaimana doa yang pendek bisa membuka pintu langit jika keluar dari hati yang tulus. Lihat pula bagaimana dakwah yang dilandasi keikhlasan mampu menggugah hati-hati yang keras, walau hanya dengan satu kalimat.

 

Keikhlasan juga memberi kekuatan batin yang besar. Seorang yang ikhlas akan tetap melangkah meski tak dipuji dan tetap istiqomah meski diuji. Ia tidak tergantung pada penilaian manusia, karena hatinya hanya tertuju kepada Allah. Maka orang yang senantiasa mengucap “Bismillah” sebelum melangkah akan merasa dekat dengan Tuhannya, dan itu menjadi sumber ketenangan jiwa yang hakiki.

 

Menjaga Keikhlasan: Perjuangan Seumur Hidup

Keikhlasan tidak cukup hanya di awal. Ia harus dijaga sepanjang amal dilakukan. Bahkan para ulama salaf mengatakan bahwa mereka berjuang keras untuk menjaga keikhlasan lebih dari perjuangan dalam melakukan amal itu sendiri.

 

Syaitan akan selalu mencoba menggelincirkan kita—menghias amal agar terlihat indah di mata manusia, memunculkan rasa bangga, atau membuat kita ingin dipuji. Oleh karena itu, mengucap “Bismillah” bukan hanya sekali, tapi harus menjadi dzikir hati sepanjang amal berlangsung.

 

Mari Menghidupkan Bismillah dalam Setiap Langkah

Setiap kali kita mengucap Bismillāhir-Raḥmānir-Raḥīm, bayangkan bahwa kita sedang mempersembahkan amal itu hanya untuk Allah. Jadikan ia kalimat yang mensucikan niat, menyadarkan hati, dan mengikat kita dengan Rabbul ‘Ālamīn.

 

Di tengah dunia yang penuh riya’, ambisi pribadi, dan pencitraan, kalimat “Bismillah” mengingatkan kita untuk kembali kepada tujuan semula: hidup ini bukan tentang dilihat manusia, tetapi tentang ridho Allah.

 

Semoga setiap langkah kita senantiasa diawali dengan menyebut nama Allah, dan semoga setiap amal kita diterima sebagai amal yang ikhlas dan benar.

 

Bismillāhir-Raḥmānir-Raḥīm. Dengan nama Allah, kita melangkah. Kepada-Nya kita kembali.