Hari Media Sosial Indonesia: Saatnya Menyebar Kebaikan di Dunia Maya

Perkembangan media sosial saat ini telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari. Melalui gawai di genggaman tangan, seseorang dapat berbicara kepada ribuan bahkan jutaan manusia dalam hitungan detik. Media sosial menjelma menjadi ruang besar tempat ide, berita, dan pengaruh tersebar begitu cepat—entah membawa kebaikan atau justru mudarat.

 

Sayangnya, banyak di antara kita yang menggunakan media sosial tanpa pertimbangan matang. Kata-kata kasar, fitnah, ghibah, bahkan hoaks mudah sekali beredar tanpa verifikasi. Padahal dalam Islam, setiap ucapan, tulisan, dan tindakan akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah SWT.

 

Hari Media Sosial Indonesia yang diperingati setiap tanggal 10 Juni menjadi momen penting untuk merenung: sudahkah media sosial menjadi sarana amal shalih bagi kita? Ataukah justru menjadi ladang dosa yang terus mengalir? Mari jadikan media sosial sebagai tempat menyebar kebaikan, menebar inspirasi, serta menjaga adab dan etika Islam.

 

Media Sosial: Pisau Bermata Dua

Seperti pisau bermata dua, media sosial menawarkan manfaat luar biasa di satu sisi, namun berisiko besar di sisi lain. Tak bisa dipungkiri, platform-platform seperti Instagram, X (dulu Twitter), Facebook, TikTok, bahkan WhatsApp telah mengubah cara manusia berinteraksi. Kabar yang dulunya memerlukan waktu berhari-hari untuk tersebar, kini hanya butuh hitungan detik.

 

Dengan media sosial, siapa pun bisa menjadi “penyiar” atau “influencer” bagi lingkarannya sendiri. Suara yang dulunya tenggelam, kini bisa didengar dunia. Gagasan, ide, bahkan kritik sosial bisa meluas ke pelosok negeri. Di sinilah letak kekuatan media sosial—sekaligus bahayanya.

 

Tanpa kesadaran, jejaring digital ini bisa menjadi ladang fitnah, ujaran kebencian, hingga provokasi. Fakta bisa dipelintir. Isu bisa digoreng. Padahal dalam Islam, Rasulullah ﷺ sudah mewanti-wanti:

“Cukuplah seseorang disebut pendusta ketika ia menceritakan segala sesuatu yang ia dengar (tanpa memverifikasinya).” (HR. Muslim)

Bukankah hadis ini sangat relevan dengan situasi media sosial saat ini?

 

Menyebarkan Kebaikan: Amanah di Dunia Digital

Jika media sosial diibaratkan ladang, maka setiap postingan, komentar, atau pesan adalah benih yang kita tanam. Pertanyaannya: benih apakah yang kita sebarkan? Benih kebaikan atau sebaliknya?

 

Dalam Al-Qur’an Allah SWT berfirman:

“Siapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan siapa yang mengerjakan kejahatan seberat dzarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya.” (QS. Az-Zalzalah: 7-8)

Setiap jempol yang mengetik status, setiap pikiran yang dituangkan dalam cuitan, kelak akan dihisab. Media sosial bukanlah ruang hampa tanpa pengawasan. Malaikat pencatat amal tetap bekerja, meski aktivitas itu hanya berupa “scrolling” di layar ponsel.

 

Karenanya, Hari Media Sosial Indonesia harus menjadi pengingat bahwa ladang maya ini bisa melahirkan pahala tak terputus. Bayangkan: satu video motivasi yang kita bagikan bisa menguatkan semangat orang lain. Satu tulisan dakwah bisa menggugah hidayah bagi yang membacanya. Satu kalimat penyemangat bisa menyelamatkan seseorang dari keputusasaan.

 

Bukankah Rasulullah ﷺ bersabda:

“Barang siapa menunjukkan kepada kebaikan, maka baginya pahala seperti orang yang melakukannya.” (HR. Muslim)

 

Bijak Bermedia Sosial: Tiga Pertanyaan Sebelum Posting

Agar media sosial menjadi ladang kebaikan, ada baiknya setiap Muslim bertanya tiga hal sebelum menekan tombol “unggah” atau “kirim”:

1. Apakah ini benar?

Jangan terburu-buru menyebarkan kabar yang belum jelas. Allah memerintahkan tabayyun—klarifikasi—sebelum menyebarkan berita (QS. Al-Hujurat: 6).

 

2. Apakah ini bermanfaat?

Jangan hanya menyebarkan yang “viral” tetapi kosong makna. Rasulullah ﷺ mengajarkan bahwa tanda baiknya Islam seseorang adalah meninggalkan hal-hal yang tidak bermanfaat (HR. Tirmidzi).

 

3. Apakah ini membawa kebaikan atau justru menyakiti?
Hati-hati dengan komentar pedas atau candaan sinis. Bisa jadi ringan di lisan, namun berat di timbangan amal.

 

Membangun Ekosistem Positif di Dunia Maya

Sebagai pengguna aktif media sosial, kita punya tanggung jawab untuk menciptakan atmosfer yang sehat. Mari mulai dari diri sendiri:

  • Sebarkan ilmu dan inspirasi.

Bagikan kutipan Qur’an, hadits, kisah teladan, atau motivasi yang membangun jiwa.

 

  • Dukung gerakan sosial.

Viralkan program kemanusiaan, galang dana, atau aksi solidaritas untuk saudara yang membutuhkan.

 

  • Jaga adab dalam berkomentar.

Hindari debat kusir, perundungan, atau nyinyiran yang hanya menambah dosa.

 

  • Tabayyun sebelum share.

Periksa keaslian berita, jangan asal percaya pada judul bombastis.

 

  • Berdoa sebelum posting.

Niatkan setiap unggahan sebagai amal shalih yang diridhai Allah.

 

Jadikan Hari Media Sosial Indonesia Sebagai Titik Awal Perubahan

Hari Media Sosial Indonesia bukan sekadar peringatan tahunan. Ini adalah pengingat bahwa setiap jari yang menari di atas keyboard bisa menjadi saksi kebaikan atau keburukan. Di era di mana viral lebih cepat dari angin, marilah kita pilih menjadi penyebar cahaya, bukan kegelapan.

 

Rasulullah ﷺ bersabda:

“Barang siapa yang memulai suatu sunnah kebaikan, maka baginya pahala dan pahala orang-orang yang mengikutinya tanpa mengurangi pahala mereka sedikit pun.” (HR. Muslim)

Maka mari jadikan media sosial sebagai ladang amal jariyah. Bukan tempat memancing dosa.

 

Selamat Hari Media Sosial Indonesia. Saatnya menebar kebaikan di dunia maya.