Di tengah derasnya arus rutinitas, sering kali kita menjalani hidup hanya sekadar “ada”. Bangun pagi, bekerja, memenuhi kebutuhan, dan kembali tidur, lalu mengulangi semua itu keesokan harinya. Hidup seolah hanya menjadi daftar tugas yang terus diulang tanpa makna mendalam. Namun benarkah hakikat hidup manusia hanya untuk sekadar eksis di dunia yang fana ini?
Kehidupan Dunia: Ladang Sementara
Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an:
“Dan kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan senda gurau. Sedangkan kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa. Maka apakah kamu tidak mengerti?” (QS. Al-An’am: 32)
Ayat ini menjadi tamparan bagi hati yang mulai lupa arah. Dunia bukanlah tujuan, melainkan jembatan menuju kehidupan yang kekal. Kita diberi waktu, kemampuan, dan kesempatan bukan untuk sekadar bertahan hidup, tetapi untuk menghidupkan kehidupan dengan amal saleh yang berarti.
Hidup bukan tentang “berapa lama kita hidup”, tapi bagaimana kita menjalani hidup itu. Dalam waktu yang terbatas ini, setiap detik bisa menjadi bekal menuju keabadian atau malah menjadi saksi kelalaian.
Manusia Diciptakan dengan Tujuan
Allah tidak menciptakan manusia tanpa maksud. Dalam Surah Adz-Dzariyat ayat 56, Allah menegaskan:
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.”
Beribadah di sini bukan hanya ritual formal seperti shalat dan puasa, tetapi mencakup seluruh aspek hidup yang diniatkan karena Allah — termasuk bekerja, belajar, membina keluarga, bahkan tersenyum kepada sesama. Setiap perbuatan yang diniatkan untuk mencari ridho-Nya bisa bernilai ibadah.
Menjahit Amal: Menenun Kehidupan Kekal
Bayangkan hidup seperti kain yang sedang kita tenun. Benang-benang itu adalah amal kita, dan waktu adalah alat pintalannya. Setiap hari, setiap keputusan, adalah jalinan yang menentukan bentuk akhir dari “kain kehidupan” kita. Apakah akan menjadi jubah indah yang membungkus kita di akhirat, atau sekadar serpihan kain tak berguna?
Rasulullah ﷺ bersabda:
“Orang yang paling cerdas adalah orang yang paling banyak mengingat kematian dan paling baik persiapannya untuk setelah kematian.” (HR. Ibnu Majah)
Mereka yang hidupnya bermakna adalah mereka yang menjadikan dunia sebagai ladang amal, bukan sekadar tempat persinggahan.
Jangan Biarkan Waktu Berlalu Sia-Sia
Setiap kita memiliki modal yang sama: waktu. Namun hasil akhirnya berbeda tergantung bagaimana kita mengelolanya. Umar bin Khattab pernah berkata:
“Hisablah dirimu sebelum kamu dihisab. Timbanglah amalmu sebelum amalmu ditimbang.”
Tak ada jaminan usia akan panjang. Maka jangan menunda-nunda kebaikan. Jangan biarkan kita menjadi orang yang menyesal di akhirat, yang berkata:
“Ya Tuhanku, kembalikanlah aku (ke dunia), agar aku dapat berbuat amal saleh yang telah aku tinggalkan.” (QS. Al-Mu’minun: 99-100)
Namun penyesalan itu tak akan berguna. Kita hanya hidup sekali. Kesempatan kedua tidak akan datang.
Mengubah Hidup Menjadi Ladang Amal
Ada banyak cara agar hidup menjadi lebih dari sekadar ada:
1. Niatkan semua karena Allah — bahkan hal kecil seperti menyapu rumah, menyuapi anak, atau membantu orang lain.
2. Rutinkan ibadah wajib dan lengkapi dengan sunnah — karena ibadah adalah nafas ruhani yang menghidupkan jiwa.
3. Isi waktu dengan ilmu dan dakwah — karena ilmu akan membimbing amal dan dakwah menjadi warisan abadi.
4. Perbanyak amal jariyah — sedekah, wakaf, mendidik anak, menulis kebaikan, yang akan terus mengalir pahalanya meski kita sudah tiada.
5. Jadilah manusia yang bermanfaat — sebagaimana sabda Nabi ﷺ:
“Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya.” (HR. Ahmad)
Menata Kembali Tujuan Hidup
Mari kita berhenti sejenak dan bertanya pada diri sendiri: Apakah hidupku hanya sekadar ada? Ataukah aku sedang menenun amal untuk kehidupan abadi?
Kita tak tahu kapan akhir hidup ini datang. Namun kita tahu bahwa setiap detik bisa bernilai surga jika digunakan dengan kesadaran akan tujuan.
Hidup bukan sekadar bertahan. Hidup adalah kesempatan emas untuk mengenal Allah, mencintai-Nya, dan membuktikan cinta itu dengan amal nyata.
Mari kita isi hidup ini dengan kebaikan, sebelum hidup itu sendiri pergi meninggalkan kita.