Ada satu pemandangan yang mungkin tak asing di sekitar kita: seorang pelajar yang mulai enggan membuka buku, seorang mahasiswa yang kehilangan semangat menghadiri kuliah, seorang pencari ilmu yang perlahan menjauh dari majelis taklim. Bukan karena mereka tak lagi butuh ilmu, tapi karena mereka merasa lelah. Letih lahir dan batin. Lelah mengejar sesuatu yang tak terlihat hasilnya segera. Lelah dengan perjalanan panjang yang kadang tak kunjung terang. Maka mereka pun mulai menyerah, memadamkan pelita yang dulu pernah mereka nyalakan dengan semangat.
Namun pertanyaannya: benarkah kita boleh menyerah hanya karena lelah?
Dalam dunia yang penuh ketidakpastian ini, ilmu adalah satu-satunya cahaya yang bisa menerangi jalan kita. Ia menunjukkan arah saat kebingungan melanda. Ia memberi keyakinan saat kabut ketidakpastian menyelimuti. Dan ia pula yang menjadi pembeda antara mereka yang hidup dalam kesadaran, dan mereka yang terombang-ambing dalam kegelapan.
Allah ﷻ mengangkat derajat orang-orang yang berilmu. Rasulullah ﷺ menjanjikan surga bagi mereka yang menapaki jalan ilmu. Bahkan para malaikat pun mendoakan mereka yang bersungguh-sungguh mencari ilmu. Maka bagaimana mungkin kita rela kehilangan semua itu, hanya karena rasa lelah sesaat?
Sungguh, lelah itu manusiawi. Tapi berhenti menuntut ilmu karena lelah, itu sebuah kerugian besar. Karena ketika seseorang berhenti menyalakan cahaya ilmu dalam dirinya, sejatinya ia telah memilih untuk berjalan dalam gelap, dan gelap itu seringkali menyesatkan.
Tulisan ini adalah seruan untuk diriku dan dirimu. Sebuah ajakan lembut namun tegas: jangan pernah padamkan cahaya itu hanya karena lelah. Karena di ujung jalan ilmu, ada cahaya yang tidak akan pernah padam—cahaya yang akan menuntun kita ke surga.
Ilmu, Cahaya yang Membimbing
Rasulullah ﷺ bersabda:
“Barangsiapa menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan mudahkan baginya jalan menuju surga.” (HR. Muslim)
Ilmu bukan sekadar kumpulan teori dan hafalan. Ia adalah cahaya yang menerangi hati, membimbing langkah, dan membuka mata terhadap hakikat kehidupan. Tanpa ilmu, ibadah bisa menjadi sia-sia. Tanpa ilmu, semangat bisa salah arah. Bahkan tanpa ilmu, seseorang bisa tersesat dalam keyakinan yang tampak benar namun hakikatnya keliru.
Rasa Lelah Itu Fitrah, Tapi Jangan Sampai Membunuh Semangat
Sebagai manusia, kita tak luput dari rasa lelah, jenuh, atau bosan. Itulah fitrah. Namun dalam dunia ilmu, kelelahan bukan alasan untuk berhenti, tapi isyarat bahwa kita butuh menyegarkan niat.
Imam Syafi’i rahimahullah pernah berkata:
“Jika engkau tidak tahan dengan lelahnya belajar, maka engkau harus tahan dengan perihnya kebodohan.”
Kata-kata ini menyentak kesadaran. Kita punya dua pilihan: melewati lelahnya proses menuntut ilmu, atau menderita dalam gelapnya ketidaktahuan. Dan kebodohan bukan sekadar tak tahu, tapi bisa menjatuhkan kita dalam keputusan, perilaku, bahkan ibadah yang salah arah.
Meneladani Ulama yang Tidak Pernah Lelah
Para ulama terdahulu adalah contoh nyata bagaimana semangat belajar tidak pernah padam meski tubuh renta, jarak jauh, atau kehidupan sulit.
Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah, dalam usia tua dan sakit-sakitan, tetap hadir di majelis-majelis ilmu. Saat ditanya, “Sampai kapan engkau akan terus belajar?” beliau menjawab: “Dari tinta hingga ke liang lahat.”
Mereka bukan hanya belajar untuk diri sendiri, tapi karena mereka paham bahwa cahaya ilmu adalah warisan yang harus terus menyala bagi generasi berikutnya. Dan cahaya itu tidak bisa diwariskan jika kita sendiri padam di tengah jalan.
Memperbaharui Niat di Tengah Kelelahan
Kunci untuk tidak padam dalam belajar adalah niat yang tulus dan terus diperbarui. Saat mulai terasa lelah, tanyakan kembali dalam hati: “Untuk apa aku belajar?”
Jika jawabannya hanya demi nilai, pekerjaan, atau pujian, maka kelelahan akan mengalahkan kita. Tapi jika niatnya karena Allah, karena ingin mendekat kepada-Nya, karena ingin hidup dan mati dalam cahaya kebenaran, maka rasa lelah itu akan terasa ringan.
Allah berfirman:
“Katakanlah: Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?” (QS. Az-Zumar: 9)
Jawabannya jelas: tidak sama. Maka, perjuangan menuntut ilmu adalah bentuk kesungguhan kita untuk menjadi hamba yang dimuliakan Allah.
Menjadi Lilin bagi Sekeliling
Dengan ilmu yang kita miliki, sekecil apa pun, kita bisa menjadi cahaya bagi orang lain. Seorang ibu dengan ilmu bisa mendidik generasi rabbani. Seorang guru dengan semangat belajar bisa menyalakan ribuan jiwa. Seorang penulis, da’i, atau pelajar bisa menjadi obor yang menghalau gelap.
Tapi itu semua hanya mungkin jika kita tidak padam lebih dulu.
Teruslah Menyalakan Cahaya Itu
Jangan pernah lelah belajar. Karena setiap halaman yang kau baca, setiap guru yang kau dengar, setiap pelajaran yang kau pahami—semua itu adalah bagian dari cahaya yang menuntunmu pulang ke kampung akhirat.
Ketika orang lain memilih tidur dalam gelap, engkau memilih berjaga dalam terang.
Maka teruslah belajar. Teruslah menyalakan cahaya itu.