Pemuda, Fase Penentu Arah Hidup
Setiap manusia akan melewati fase kehidupan bernama “masa muda”—masa yang penuh energi, semangat, idealisme, serta keinginan untuk membuktikan diri. Namun, masa muda juga adalah masa yang sangat rentan. Di sanalah kita dihadapkan pada dua jalan besar: ikut terbawa arus keburukan yang ramai dan menggoda, atau melawan arus dan memilih jalan perjuangan menuju perbaikan.
Pemuda bukan sekadar angka usia. Ia adalah simbol kekuatan perubahan. Tapi, perubahan seperti apa yang ingin kita pilih? Menuju kemunduran atau perbaikan?
Arus Keburukan yang Menggoda: Nyaman Tapi Menghanyutkan
Realita hari ini memperlihatkan bahwa banyak pemuda terjerumus dalam arus keburukan. Bukan karena mereka lemah, tapi karena arus tersebut mengalir deras, penuh tawaran nikmat yang semu: kemalasan, hedonisme, foya-foya, budaya instan, candu gadget, pergaulan bebas, hingga mental pesimis yang membuat mereka berkata, “Untuk apa berjuang? Semua sudah ditentukan.”
Tanpa disadari, mereka hanyut. Awalnya hanya ikut-ikutan, lalu menjadi kebiasaan, hingga akhirnya menjadi identitas. Banyak pemuda yang kehilangan arah bukan karena tidak punya potensi, tapi karena salah memilih lingkungan dan kehilangan tujuan.
Padahal Allah sudah memperingatkan dalam Al-Qur’an:
“Dan apabila dikatakan kepada mereka: ‘Ikutlah apa yang telah diturunkan Allah.’ Mereka menjawab: ‘(Tidak), kami (hanya) mengikuti apa yang kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami….” (QS. Al-Baqarah: 170)
Ayat ini menggambarkan kondisi orang yang hanya ikut-ikutan, tanpa berpikir dan menimbang. Bukankah itu yang banyak terjadi di kalangan pemuda hari ini?
Berjuang Menuju Perbaikan: Pilihan yang Berat Tapi Mulia
Jalan perbaikan memang tidak mudah. Ia membutuhkan keteguhan hati, pengorbanan, dan konsistensi. Tapi di situlah nilai perjuangan.
Menjadi pemuda yang memilih untuk memperbaiki diri dan lingkungannya bukan berarti tanpa godaan. Justru akan ada banyak tantangan: diejek, dijauhi teman, atau dianggap “tidak gaul”. Tapi ingatlah, tidak semua yang ramai itu benar, dan tidak semua yang benar itu populer.
Lihatlah kisah para pemuda Ashabul Kahfi dalam Al-Qur’an. Mereka melawan arus zaman, meninggalkan kemaksiatan demi mempertahankan iman. Allah mengabadikan mereka dalam surat khusus:
“Sesungguhnya mereka adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Tuhan mereka, dan Kami tambahkan petunjuk kepada mereka.” (QS. Al-Kahfi: 13)
Allah menyebut mereka fityah (pemuda)—mereka bukan nabi, bukan rasul, hanya pemuda biasa. Tapi karena mereka berani memilih jalan iman, mereka diangkat derajatnya dan diabadikan dalam kitab suci.
Dunia Butuh Pemuda yang Bangkit
Umat ini tidak kekurangan jumlah pemuda, tapi kekurangan pemuda yang peduli. Yang berani berkata, “Saya ingin berubah, saya ingin memperbaiki, meski harus melawan arus.”
Kita butuh pemuda yang menjadikan masjid sebagai rumah kedua, bukan sekadar tempat lewat. Pemuda yang sibuk membaca dan merenung, bukan hanya scroll media sosial. Pemuda yang berbicara untuk membela kebenaran, bukan menyebar kebencian. Pemuda yang hadir sebagai solusi, bukan sekadar penonton.
Berhentilah menjadi penonton dalam drama kehidupan. Saatnya mengambil peran! Jika kita tidak memperbaiki dunia, maka siapa lagi?
Pilih Jalanmu Sekarang, Sebelum Waktumu Habis
Waktu muda adalah anugerah, tapi juga ujian. Rasulullah ﷺ bersabda:
“Tidak akan bergeser kaki seorang hamba pada hari kiamat, sampai ditanya tentang lima perkara: tentang umurnya untuk apa ia habiskan, tentang masa mudanya untuk apa ia gunakan…” (HR. Tirmidzi)
Perhatikan: masa muda disebut secara khusus dalam pertanyaan akhirat. Itu tandanya, masa ini begitu penting dan akan dipertanggungjawabkan secara khusus.
Kita tidak bisa netral dalam hidup. Kalau tidak bergerak ke arah kebaikan, kita sedang digiring oleh keburukan. Maka, hari ini, tanyakan pada dirimu: jalan mana yang sedang aku pilih?
Apakah aku sedang terbawa arus keburukan yang membuatku nyaman tapi hampa? Ataukah aku sedang berjuang melawan, meski pelan, menuju perubahan yang lebih baik?
Ingat, hidup ini cuma sekali. Masa muda hanya sekejap. Tapi dampaknya bisa kekal. Jadilah pemuda yang menoreh sejarah dalam kebaikan—bukan hanya menjadi bagian dari kerusakan.