Menahan diri dari godaan maksiat bukanlah perkara mudah. Nafsu yang selalu mengajak pada keburukan, syaitan yang tak henti membisikkan, serta lingkungan yang terkadang mendukung perilaku dosa, semua itu menjadikan perjuangan menahan diri terasa begitu berat. Namun, di balik semua kesulitan itu, terdapat hikmah besar dan ganjaran yang tak ternilai.
Allah Ta’ala berfirman:
“Adapun orang-orang yang takut akan kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari (keinginan) hawa nafsunya, maka sesungguhnya surga-lah tempat tinggalnya.” (QS. An-Nazi‘at: 40-41)
Ayat ini mengajarkan bahwa menahan diri dari mengikuti hawa nafsu—termasuk keinginan untuk bermaksiat—akan berbuah surga. Tetapi, proses menahan diri itu memang tidak mudah. Dalam keseharian, kita sering kali dihadapkan pada pilihan yang tampak ringan: menikmati sesaat kenikmatan dosa atau bersabar dengan menundukkan pandangan, menjaga lisan, menahan amarah, dan menghindari hal-hal yang diharamkan.
Kesabaran di Dunia Lebih Ringan daripada Azab di Akhirat
Sabar memang terasa berat, karena sabar menuntut pengendalian diri dan pengorbanan. Namun, seberat apapun sabar itu, ia jauh lebih ringan dibandingkan siksa Allah di akhirat. Rasulullah ﷺ pernah bersabda:
“Surga dikelilingi dengan perkara-perkara yang dibenci, sedangkan neraka dikelilingi dengan syahwat.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Makna hadis ini begitu jelas. Jalan menuju surga memang penuh dengan hal-hal yang terasa berat bagi hawa nafsu, seperti menahan diri dari maksiat, rajin beribadah, serta mengerjakan amal kebaikan. Sebaliknya, jalan menuju neraka dipenuhi dengan kesenangan sesaat yang memanjakan syahwat, namun akhirnya menjerumuskan pada kebinasaan.
Orang yang terbiasa menuruti hawa nafsunya akan mudah jatuh dalam perbuatan dosa. Namun, mereka lupa bahwa setiap kesenangan maksiat hanya berlangsung sekejap, sedangkan akibatnya bisa menimbulkan penderitaan yang panjang, bahkan abadi. Inilah sebabnya para ulama sering mengingatkan: “Bersabar menahan nafsu hanya sebentar, tetapi derita siksa neraka bisa selamanya.”
Sabar Itu Perisai Kehidupan
Kesabaran dalam meninggalkan maksiat ibarat perisai yang melindungi seorang hamba dari keburukan. Orang yang terbiasa bersabar akan merasakan ketenangan hati, sebab ia mampu mengendalikan dirinya dari hal-hal yang bisa merusaknya.
Bersabar bukan berarti mengekang diri dari seluruh kenikmatan dunia. Islam tidak melarang manusia untuk menikmati dunia, selama itu dalam koridor halal. Justru, dengan bersabar dari yang haram, Allah mengganti dengan kenikmatan halal yang lebih berkah, menenangkan, dan mendekatkan kepada-Nya.
Bayangkan seseorang yang bersabar menahan pandangan dari hal-hal yang diharamkan. Sekilas terasa berat, tetapi kesabaran itu membersihkan hatinya, membuat pikirannya lebih jernih, dan menjadikannya lebih terhormat di sisi Allah. Sebaliknya, mereka yang membiarkan diri terjerumus pada maksiat akan terus merasa gelisah, tidak tenang, dan akhirnya kehilangan keberkahan hidup.
Buah Kesabaran: Kemuliaan dan Surga
Allah tidak pernah menyia-nyiakan kesabaran hamba-Nya. Setiap tetes keringat, setiap rasa berat yang ditanggung untuk menahan diri dari dosa, semua akan dihitung sebagai pahala. Bahkan Allah menjanjikan pahala tanpa batas bagi orang-orang yang sabar.
“Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.” (QS. Az-Zumar: 10)
Ayat ini menjadi penguat bahwa meskipun kesabaran di dunia terasa berat, ganjaran yang Allah siapkan jauh lebih besar. Sehingga, ketika kita dihadapkan pada dua pilihan—bersabar menahan diri atau menikmati sesaat maksiat—maka pilihlah kesabaran. Karena kesabaran itu bukan hanya menyelamatkan dari dosa, tetapi juga mengantarkan pada kemuliaan dan kebahagiaan abadi.
Teman Hidup
Menahan diri dari maksiat memang sulit. Tetapi kesulitan itu hanya sementara. Sebaliknya, jika kita tidak menahan diri, maka penderitaan di akhirat bisa jauh lebih berat dan tidak berkesudahan. Maka, jadikan sabar sebagai teman hidup. Ingatlah bahwa surga menanti orang-orang yang sabar, sementara neraka menanti mereka yang membiarkan diri larut dalam syahwat.
Sungguh benar kata para ulama:
“Sabar itu pahit di awal, tapi manis di akhir. Maksiat itu manis di awal, tapi pahit tiada akhir.”