
Jika seluruh pohon di bumi dijadikan pena, dan lautan dijadikan tinta—bahkan ditambah tujuh lautan lagi—tetap tidak akan cukup untuk menuliskan seluruh nikmat Allah kepada hamba-Nya. Gambaran ini adalah peringatan lembut dari Al-Qur’an agar kita menyadari betapa tak terhitung karunia yang melingkupi hidup kita. Allah berfirman:
“Dan seandainya pohon-pohon di bumi menjadi pena, dan lautan (menjadi tinta), ditambahkan kepadanya tujuh lautan (lagi), niscaya tidak akan habis-habisnya (dituliskan) kalimat-kalimat Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. Luqman: 27)
Ayat ini mengajarkan bahwa nikmat dan ilmu Allah begitu luas, takkan tersentuh oleh batasan angka maupun hitungan manusia. Setiap detik kehidupan—napas yang terhembus, langkah yang bisa ditempuh, hingga rasa tenteram yang Allah titipkan dalam hati—semuanya merupakan bagian dari karunia-Nya yang tidak pernah berhenti mengalir.
Dalam sebuah hadits, Rasulullah ﷺ menegaskan betapa pentingnya kesadaran untuk bersyukur. Beliau bersabda:
“Barangsiapa tidak bersyukur atas yang sedikit, maka ia tidak akan bersyukur atas yang banyak.” (HR. Ahmad)
Hadits ini memberi pesan bahwa syukur bukan tentang jumlah nikmat yang besar, tetapi tentang hati yang peka terhadap karunia sekecil apa pun. Syukur bukan hanya ucapan, melainkan cara pandang terhadap kehidupan. Ketika seseorang mulai melatih hatinya untuk menghargai setiap pemberian Allah, maka hidup terasa lebih lapang dan lebih bermakna.
Betapa banyak nikmat yang sering kita sepelekan—dapat melihat, mendengar, berbicara, makan dengan tenang, tidur dengan nyenyak, bahkan sekadar mampu merasakan hangatnya sinar matahari pagi. Semua itu hanyalah setetes kecil dari lautan nikmat yang jauh lebih luas. Dan jika suatu nikmat diambil sekejap saja, barulah kita sadar betapa berharganya ia.
Syukur adalah kunci ketenangan. Allah berjanji:
“Jika kalian bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepada kalian.” QS. Ibrahim: 7)
Janji ini menunjukkan bahwa syukur bukan hanya tanda iman, tetapi juga jembatan menuju bertambahnya kebaikan dalam hidup. Allah tidak meminta syukur kita karena Dia membutuhkan, tetapi karena syukur itu akan kembali menjadi kebaikan untuk diri kita sendiri.
Maka hari ini, di tengah rutinitas dan hiruk-pikuk kehidupan, mari berhenti sejenak untuk bertanya pada diri kita:
Sudahkah kita bersyukur hari ini?
Semoga Allah menjadikan kita hamba-hamba yang hatinya lembut, matanya peka, dan lisannya selalu basah oleh pujian kepada-Nya. Semoga syukur menjadi cahaya yang menuntun langkah kita menuju kehidupan yang lebih berkah, lebih tenang, dan lebih dekat dengan-Nya.