Setiap ibadah dalam Islam mengandung keutamaan dan rahasia yang mengantarkan seorang hamba menuju ridha Allah. Di antara ibadah-ibadah tersebut, puasa memiliki tempat khusus di sisi Allah karena ia ibadah yang tersembunyi, hanya diketahui antara hamba dan Rabb-nya. Tidak ada amalan yang lebih melatih keikhlasan dan kesabaran selain puasa.
Dari berbagai macam puasa sunnah yang diajarkan Rasulullah ﷺ, terdapat satu jenis puasa yang beliau sebut sebagai puasa terbaik, yaitu Puasa Nabi Daud ‘alaihissalam: sehari berpuasa, sehari berbuka. Ibadah ini menjadi teladan utama dalam menjaga keseimbangan antara hak tubuh dan hak ruh, antara kepentingan dunia dan akhirat.
Puasa Daud bukan semata latihan fisik menahan lapar dan dahaga, tetapi juga sarana menempa hati agar ikhlas, sabar, dan istiqomah di jalan Allah. Sebuah ibadah berat yang hanya sanggup dijalankan oleh orang-orang yang sungguh-sungguh mencintai kedekatan dengan Rabb-nya.
Puasa Terbaik di Sisi Allah
Rasulullah ﷺ bersabda:
“Puasa yang paling dicintai Allah adalah puasa Daud, dan shalat yang paling dicintai Allah adalah shalat Daud. Ia tidur setengah malam, bangun sepertiganya, dan tidur seperenamnya. Ia berpuasa sehari dan berbuka sehari.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dalam hadis ini, Rasulullah ﷺ menjelaskan bahwa tidak ada puasa sunnah yang lebih utama dari puasa Nabi Daud. Puasa ini bukan semata-mata karena keseringannya, tetapi karena keseimbangannya: tidak membuat jiwa lelah, tidak melemahkan tubuh secara berlebihan, tetapi tetap memberi latihan maksimal bagi ruh dan nafsu manusia.
Berbeda dengan puasa senin-kamis atau puasa ayyamul bidh (puasa tiga hari setiap pertengahan bulan), puasa Daud melatih seseorang untuk berjihad melawan diri sendiri setiap hari, sebab ada pergantian rutin antara menahan diri dan menikmati karunia makan-minum. Itulah sebabnya mengapa ibadah ini disebut Rasulullah ﷺ sebagai bentuk puasa terbaik: ia membawa keseimbangan lahir dan batin.
Jalan Menuju Keikhlasan
Salah satu keistimewaan utama dari ibadah puasa secara umum adalah bahwa puasa adalah amalan yang paling tersembunyi dari pandangan manusia. Shalat dapat dilihat, zakat bisa dihitung, haji dan umrah tampak secara lahiriah. Namun puasa adalah rahasia antara seorang hamba dan Rabb-nya. Tidak ada yang bisa mengetahui secara pasti apakah seseorang benar-benar berpuasa kecuali Allah dan hamba itu sendiri.
Puasa Daud memperdalam latihan ini. Karena dilakukan sehari berpuasa dan sehari berbuka, tidak ada pengumuman atau tanda khusus bahwa seseorang melaksanakannya. Ia melatih hati untuk tidak mencari perhatian manusia, tidak berharap pujian, tidak menanti sanjungan. Justru, yang ada adalah keintiman dengan Allah—karena hanya kepada-Nya ibadah ini dipersembahkan secara murni.
Dalam sebuah hadis Qudsi disebutkan bahwa Allah berfirman:
“Setiap amal anak Adam adalah untuknya, kecuali puasa. Sesungguhnya puasa itu untuk-Ku, dan Aku sendiri yang akan membalasnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Maka Puasa Daud menjadi sarana luar biasa untuk memurnikan niat, membersihkan jiwa dari riya’, dan mendidik diri untuk istiqomah karena Allah semata.
Menempa Keteguhan Hati
Melaksanakan Puasa Daud bukan perkara ringan. Rasulullah ﷺ sendiri tidak mengerjakan puasa ini secara rutin, agar umatnya tidak merasa berat. Hanya orang yang memiliki keteguhan hati yang istimewa yang mampu menjalaninya secara konsisten.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata:
“Barangsiapa yang mampu melakukan Puasa Daud maka hendaknya ia melakukannya, karena itu adalah puasa yang paling utama.”
Namun beliau juga menegaskan bahwa tidak semua orang mampu, dan tidak selayaknya seseorang memaksakan diri jika belum sanggup.
Di sinilah pelajaran penting dari Puasa Daud: kesabaran yang terus-menerus, bukan sesaat. Sehari menahan lapar, sehari berbuka, lalu keesokan harinya kembali menahan lapar. Sebuah siklus penggemblengan jiwa dan raga yang melatih hati agar tidak mudah menyerah, tidak cepat putus asa, dan terbiasa hidup teratur dalam ketaatan kepada Allah.
Membangun Keseimbangan dalam Hidup
Menariknya, dalam hadis disebutkan bahwa Nabi Daud tidak hanya berpuasa selang-seling, tetapi juga mengatur waktu malamnya dengan cermat: tidur setengah malam, bangun sepertiganya untuk shalat malam, lalu tidur seperenamnya. Ini adalah bukti bahwa ibadah terbaik adalah ibadah yang seimbang, bukan yang berat sebelah, apalagi yang melampaui batas.
Islam bukan agama yang memerintahkan penyiksaan diri. Bahkan Rasulullah ﷺ melarang sahabat yang hendak berpuasa terus-menerus tanpa berbuka. Dalam Puasa Daud, Allah ajarkan bahwa seorang hamba harus menjaga hak tubuhnya, keluarganya, dan kewajibannya di dunia, tanpa melupakan hak akhirat.
Dengan Puasa Daud, seorang Muslim dilatih untuk mengatur waktu, menjaga stamina, menyusun niat, dan membangun ketahanan diri. Semua ini adalah bagian dari proses panjang menuju pribadi yang matang secara rohani maupun jasmani.
Siapkah Kita Meneladani Nabi Daud?
Melaksanakan Puasa Daud bukan hanya sekadar amal fisik, tetapi perjalanan jiwa. Ia menuntut kesiapan hati untuk berkomitmen tanpa keraguan, mengajarkan keseimbangan, dan melatih keikhlasan murni. Tidak semua orang mampu menempuh jalan ini, namun siapa pun yang berhasil akan merasakan manisnya kedekatan dengan Allah yang tidak bisa digambarkan oleh lisan.
Bagi kita yang masih belajar dan berproses, Puasa Daud bisa menjadi target spiritual di masa depan—sebuah cita-cita ibadah yang mengangkat derajat dan menyucikan hati. Atau jika belum sanggup, bisa dimulai dengan puasa sunnah lain seperti Senin-Kamis, Ayyamul Bidh, atau puasa di bulan-bulan haram.
Semoga Allah memberikan kekuatan dan taufiq kepada kita semua untuk menapaki jalan orang-orang shalih sebelum kita, seperti Nabi Daud ‘alaihissalam, yang dikenal sebagai hamba Allah yang paling tekun dan ikhlas dalam ibadahnya. Aamiin.