Tidak semua yang kita genggam akan tetap berada di tangan. Ada yang hilang tanpa sempat kita lepaskan. Ada yang pergi meski kita mohon untuk tinggal. Hidup, pada akhirnya, adalah rangkaian pertemuan dan perpisahan, harapan dan kenyataan.
Di titik tertentu, kita akan lelah melawan arah angin. Saat itulah, hati akan belajar bahwa menerima adalah jalan pulang yang paling tenang. Menerima bukan berarti kita kalah, tetapi kita memilih untuk berdamai dengan takdir yang Allah tuliskan.
Rasulullah ﷺ pernah bersabda,
“Sungguh menakjubkan urusan seorang mukmin. Seluruh urusannya adalah kebaikan…” (HR. Muslim)
Karena dalam setiap senyum maupun air mata, ada hikmah yang tak selalu segera terlihat.
Ketika Rencana Tak Lagi Sama
Mungkin kita pernah merencanakan hidup dengan rapi: kapan sukses, kapan menikah, kapan mencapai cita-cita. Namun, tak semua garis berjalan lurus. Ada yang berbelok tajam, ada yang terhenti di tengah jalan.
Di situlah kita diingatkan, bahwa hidup ini bukan sekadar tentang “mendapat apa yang kita mau”, tapi tentang “menjalani apa yang Allah tahu terbaik untuk kita”. Terkadang, apa yang kita anggap akhir hanyalah pembuka bagi bab yang lebih indah.
Belajar dari Sungai
Sungai mengajarkan kita tentang menerima. Ketika jalannya tertutup batu, ia tidak berhenti. Ia mengalir mencari celah, menciptakan aliran baru, dan tetap sampai ke muara.
Begitu pula hati kita. Saat jalan yang kita inginkan tertutup, mungkin ada jalan lain yang justru lebih membawa kita pada kebahagiaan sejati.
Melepaskan Beban, Meraih Damai
Kebahagiaan bukan soal memiliki segalanya, melainkan mampu bersyukur untuk setiap hal yang masih kita punya. Saat kita berhenti meratapi yang hilang, kita mulai melihat betapa banyak yang masih tersisa.
Senyuman keluarga, suara adzan di pagi hari, udara segar, secangkir teh hangat—semua itu menjadi anugerah yang dulu mungkin kita anggap biasa.
Doa: Tempat Pulang yang Paling Sunyi
Ada malam-malam ketika hati begitu berat. Di situlah kita sujud, menangis, dan berkata, “Ya Allah, aku terima semua ini. Bimbing aku menemukan jalan baru.”
Doa bukan sekadar permintaan, tetapi cara kita menyerahkan beban yang tak sanggup kita pikul. Saat kita berdoa, kita tidak lagi sendirian.
Allah telah berfirman:
“Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu…” (QS. Al-Baqarah: 216)
Akhir yang Bukan Benar-Benar Akhir
Menerima keadaan bukan titik berhenti. Itu adalah langkah awal menuju babak baru yang tak pernah kita bayangkan. Kita tidak kehilangan arah, hanya sedang diarahkan ke jalan yang lebih benar.
Hidup tidak selalu memberi kita apa yang kita mau, tetapi ia selalu memberi kita pelajaran berharga untuk menjadi lebih kuat, lebih sabar, dan lebih bersyukur.
Maka, jika hari ini takdir membawamu ke jalan yang berbeda, percayalah—bisa jadi itulah jalan yang akan membawamu pada kebahagiaan yang sesungguhnya.