Bulan Muharram membuka lembaran baru dalam kalender Hijriyah. Ia bukan hanya penanda tahun yang berganti, melainkan momentum ruhani untuk mengevaluasi, memperbaiki, dan menata ulang kehidupan kita. Di tengah derasnya arus zaman yang seringkali menenggelamkan hati dalam kelalaian, Muharram hadir sebagai pengingat bahwa waktu terus berjalan, dan setiap detiknya menuntut kita untuk semakin dekat kepada Allah SWT.
Muharram adalah satu dari empat bulan haram yang dimuliakan oleh Allah. Dalam Al-Qur’an, Allah berfirman:
“Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah ialah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram.” (QS. At-Taubah: 36)
Empat bulan haram tersebut adalah Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram, dan Rajab. Disebut “haram” karena pada bulan-bulan ini, kezaliman dan dosa lebih besar dampaknya, dan sebaliknya, amal kebaikan dilipatgandakan pahalanya. Maka tak heran jika Rasulullah SAW menyebut Muharram sebagai “syahrullah al-muharram”, bulan Allah yang suci.
Momentum Membersihkan Niat
Dalam kehidupan modern, kita terbiasa menyambut tahun baru Masehi dengan resolusi dan perayaan. Namun, sering kali itu hanya sebatas dunia: karier, finansial, atau prestasi. Lain halnya dengan Muharram. Islam mengajarkan bahwa awal tahun hijriyah bukan tentang pesta, melainkan tentang niat.
Seperti sabda Nabi Muhammad SAW yang sangat terkenal dalam hadits pertama dari Arba’in Nawawi:
“Sesungguhnya setiap amal tergantung pada niatnya, dan sesungguhnya setiap orang akan mendapatkan sesuai dengan apa yang diniatkannya.” (HR. Bukhari & Muslim)
Niat adalah akar dari setiap amal. Bila niat baik, maka insyaAllah amal akan diterima. Tetapi jika niat rusak, amal yang tampak megah pun bisa kosong di sisi Allah. Muharram menjadi waktu yang tepat untuk mengevaluasi kembali: untuk siapa kita hidup? untuk apa kita berbuat? dan kepada siapa hati kita tertambat?
Membersihkan niat bukan pekerjaan sekali jadi. Ia perlu muhasabah harian, kejujuran terhadap diri sendiri, serta kebiasaan menyandarkan segala tujuan hanya kepada Allah SWT. Di bulan ini, mari kita perbaharui niat: dari sekadar mencari pujian, menjadi ibadah. Dari hanya ingin populer, menjadi alat dakwah. Dari mengejar dunia, menjadi bekal akhirat.
Menguatkan Iman di Tengah Godaan Zaman
Zaman ini bukan hanya tentang kecepatan teknologi dan informasi. Tapi juga tentang cepatnya hati goyah, iman luntur, dan maksiat menyelinap dalam bentuk yang tak kasat mata. Media sosial, tontonan, opini publik, bahkan gaya hidup yang jauh dari syariat — semuanya bisa menjadi fitnah yang mengikis kekuatan iman.
Muharram datang membawa pesan keheningan. Tidak ada perayaan. Tidak ada kembang api. Justru yang ada adalah penguatan ruhani. Salah satu caranya adalah dengan puasa sunnah di hari Asyura, pada tanggal 10 Muharram.
Rasulullah SAW bersabda:
“Puasa Asyura, aku berharap kepada Allah agar menghapus dosa-dosa setahun yang lalu.” (HR. Muslim)
Begitulah Allah membuka pintu ampunan seluas-luasnya. Dengan berpuasa, kita tidak hanya menahan lapar, tetapi juga menyadarkan hati akan betapa lemahnya kita tanpa pertolongan-Nya.
Iman harus terus disiram. Dengan membaca Al-Qur’an, memperbanyak dzikir, menambah ilmu agama, serta mempererat hubungan dengan orang-orang saleh. Bulan Muharram mengajak kita untuk tidak hanya menjadi muslim secara identitas, tapi juga secara sikap, tutur kata, dan keputusan hidup.
Hijrah Tak Selalu Berpindah Tempat
Muharram erat kaitannya dengan peristiwa hijrah Nabi Muhammad SAW dari Makkah ke Madinah. Namun, hijrah hari ini bukan sekadar berpindah tempat, tapi berpindah dari dosa menuju taubat, dari lalai menuju sadar, dari ragu menuju yakin.
Hijrah adalah proses, bukan hasil. Ia menuntut kesabaran, istiqamah, dan pengorbanan. Tapi ingatlah, siapa pun yang hijrahnya karena Allah, maka Allah sendiri yang akan menuntunnya.
“Dan barangsiapa berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka akan mendapati di muka bumi ini tempat hijrah yang luas dan rezeki yang banyak…” (QS. An-Nisa: 100)
Maka, biarlah Muharram ini menjadi permulaan. Jika selama ini kita belum menunaikan shalat dengan baik, mulailah. Jika selama ini lisan kita sering menyakiti, tundukkan. Jika hati penuh iri dan dengki, bersihkan. Bulan ini adalah undangan untuk berubah.
Muharram sebagai Titik Balik
Jangan tunggu waktu yang tepat untuk berubah, karena Muharram sudah menjemput kita dengan kesempatan. Ia membawa harapan bahwa setiap orang bisa menjadi lebih baik, asal ia mau memulai.
Muharram bukan hanya tentang tahun yang baru, tapi tentang jiwa yang diperbarui. Saatnya menyelami diri, membersihkan niat, dan menguatkan iman. Semoga Allah jadikan Muharram kita tahun ini sebagai awal dari perjalanan ruhani yang semakin dekat kepada-Nya.
“Ya Allah, jadikanlah awal tahun ini sebagai pembuka kebaikan, pertengahan yang penuh berkah, dan akhir yang penuh keberuntungan.”
Aamiin ya Rabbal ‘Alamin.