Dalam kehidupan manusia, bekerja adalah aktivitas yang hampir tak terpisahkan dari keseharian. Namun dalam pandangan Islam, pekerjaan bukan sekadar urusan duniawi, bukan sekadar cara untuk bertahan hidup. Bekerja adalah bagian dari ibadah, sebuah jalan kemuliaan yang—jika dijalani dengan niat yang benar dan cara yang halal—mengantarkan pelakunya kepada ridha Allah SWT.
Islam tidak memisahkan antara dunia dan akhirat. Segala aktivitas manusia, termasuk bekerja dan mencari nafkah, dapat bernilai ibadah apabila disertai dengan niat yang lurus dan tujuan yang mulia. Rasulullah SAW bersabda:
“Sesungguhnya Allah mencintai hamba yang bekerja dan berkarya.” (HR. Thabrani)
Hadits ini menunjukkan bahwa pekerjaan yang dilakukan dengan sungguh-sungguh bukan hanya dihargai oleh manusia, tetapi juga oleh Allah SWT. Bahkan, tangan yang bekerja mencari nafkah disebut oleh Nabi sebagai tangan yang lebih mulia. Dalam sebuah riwayat, Rasulullah SAW mencium tangan seorang sahabat yang kasar dan keras karena bekerja, lalu beliau berkata:
“Ini adalah tangan yang dicintai Allah.” (HR. Baihaqi)
Pekerjaan: Jalan Ibadah yang Tersembunyi
Banyak orang yang mungkin merasa bahwa ibadah hanya terbatas pada shalat, puasa, zakat, atau haji. Namun Islam adalah agama yang menyeluruh. Dalam Islam, pekerjaan yang halal—apapun bentuknya—bisa menjadi ibadah jika disertai dengan niat yang benar.
Seorang ayah yang bekerja untuk menghidupi keluarganya, seorang ibu rumah tangga yang mengurus rumah dan mendidik anak-anak, seorang petani yang mencangkul sawah, atau seorang pegawai yang menjalankan tugasnya dengan amanah—semuanya bisa menjadi bentuk ibadah. Kuncinya adalah niat.
Rasulullah SAW bersabda:
“Sesungguhnya setiap amal itu tergantung pada niatnya…” (HR. Bukhari dan Muslim)
Maka siapa pun yang bekerja dengan niat untuk mencari rezeki yang halal, menghindari tangan meminta-minta, serta memberi manfaat bagi keluarganya dan masyarakat, maka setiap langkah dan peluhnya bernilai ibadah di sisi Allah.
Etos Kerja dalam Islam
Islam sangat menjunjung tinggi etos kerja. Seorang muslim tidak diajarkan untuk berpangku tangan, apalagi bergantung pada belas kasih orang lain jika ia masih mampu berusaha. Rasulullah SAW sendiri adalah teladan terbaik dalam hal ini. Beliau adalah seorang pedagang yang jujur sebelum diangkat menjadi Nabi, dan setelah menjadi Rasul, beliau tetap mengajarkan pentingnya bekerja.
Dalam banyak hadits, Nabi mendorong umatnya untuk berusaha dan tidak mengandalkan kemalasan. Bahkan beliau bersabda:
“Tidaklah seseorang memakan makanan yang lebih baik daripada dari hasil usahanya sendiri. Dan sesungguhnya Nabi Daud dahulu makan dari hasil jerih payah tangannya sendiri.” (HR. Bukhari)
Islam juga mengajarkan bahwa pekerjaan harus dilakukan dengan jujur, profesional, dan bertanggung jawab. Allah SWT berfirman:
“Dan katakanlah: Bekerjalah kalian, maka Allah akan melihat pekerjaan kalian, begitu pula Rasul-Nya dan orang-orang beriman.” (QS. At-Taubah: 105)
Ayat ini tidak hanya menunjukkan dorongan untuk bekerja, tetapi juga penekanan bahwa pekerjaan manusia akan dilihat dan dinilai—bukan hanya oleh sesama manusia, tetapi juga oleh Allah.
Menghidupi Orang Lain: Jalan Menuju Surga
Salah satu bentuk pekerjaan yang paling mulia adalah ketika seseorang bekerja untuk menghidupi orang lain yang menjadi tanggungannya, seperti istri, anak, atau orang tua. Islam memberikan nilai yang sangat tinggi pada usaha ini.
Nabi Muhammad SAW bersabda:
“Satu dinar yang kamu infakkan di jalan Allah, satu dinar yang kamu berikan kepada orang miskin, satu dinar yang kamu nafkahkan untuk memerdekakan budak, dan satu dinar yang kamu nafkahkan untuk keluargamu—yang paling besar pahalanya adalah yang kamu nafkahkan untuk keluargamu.” (HR. Muslim)
Hadits ini menegaskan bahwa mencari nafkah untuk keluarga bukan sekadar tanggung jawab, tapi juga salah satu bentuk sedekah yang pahalanya besar.
Tantangan Zaman dan Kemuliaan yang Tetap Hidup
Di zaman modern, banyak tantangan yang dihadapi para pekerja. Tekanan ekonomi, persaingan kerja, dan ketidakpastian hidup kadang membuat seseorang merasa lelah dan kehilangan semangat. Namun, jika ia menyadari bahwa apa yang dilakukannya adalah bagian dari ibadah, maka akan tumbuh ketabahan dan kekuatan dalam hatinya.
Islam memberi penghargaan tinggi kepada mereka yang tetap teguh menjaga kehalalan rezeki meski jalan yang ditempuh berat. Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa di antara tujuh golongan yang akan mendapat naungan Allah pada hari kiamat adalah mereka yang “berusaha keras menjaga kehormatan diri dan keluarganya dari hal yang haram.”
Pekerjaan sebagai Jalan Menuju Ridho Allah
Pekerjaan bukan sekedar rutinitas atau keharusan hidup. Dalam Islam, pekerjaan adalah bagian dari pengabdian kepada Allah. Ia adalah ladang amal, jalan menuju surga, dan sarana untuk menebar manfaat bagi sesama.
Setiap pencari nafkah yang jujur dan ikhlas adalah pahlawan yang sejati. Di balik peluh dan letih mereka, tersembunyi nilai-nilai kemuliaan yang tak ternilai. Maka jangan pernah meremehkan pekerjaan apa pun, selama itu halal dan dilakukan dengan niat yang benar. Karena siapa tahu, dari sanalah seseorang meraih derajat mulia di sisi Allah SWT.