Dalam perjalanan hidup ini, sering kali kita merasa harus mengendalikan segalanya. Kita berusaha keras mengatur masa depan, menjaga segala hal tetap pada jalurnya, memastikan bahwa semua berjalan sesuai harapan dan rencana. Pikiran kita dipenuhi dengan kecemasan, ketakutan, bahkan keraguan. Kita merasa dunia ini berada di atas pundak kita, seakan seluruh beban kehidupan harus kita pikul sendiri.
Padahal ada satu kebenaran hakiki yang sering kita lupakan: tidak semua harus kita genggam, tidak semua harus kita kendalikan. Ada Sang Pemilik Alam yang Maha Mengatur segalanya. Dialah Allah Subhanahu wa Ta’ala, Rabb semesta alam, yang telah menuliskan takdir setiap makhluk jauh sebelum kita terlahir ke dunia ini.
Manusia: Makhluk yang Terbatas
Sebagai makhluk, kita memiliki banyak keterbatasan. Fisik kita lemah, daya pikir kita terbatas, ilmu kita pun hanya setetes dari lautan ilmu-Nya. Namun anehnya, seringkali kita bertindak seolah bisa mengatur segalanya: rezeki, jodoh, umur, takdir, bahkan hati orang lain. Kita lupa bahwa semua itu di luar jangkauan dan kuasa kita.
Ketika seseorang terlalu memaksakan diri menggenggam semua hal, saat itulah hatinya mulai dipenuhi kecemasan. Tidak ada ketenangan, karena dirinya selalu dikejar bayang-bayang “bagaimana jika gagal”, “bagaimana jika tak sesuai rencana”, “bagaimana jika dunia tak berjalan seperti keinginannya”.
Sesungguhnya kegelisahan terbesar dalam hidup ini adalah karena kita terlalu ingin mengendalikan hal-hal yang bukan hak kita untuk dikendalikan. Sedangkan ketenangan hakiki datang ketika kita melepaskan semua itu kepada Allah—Tuhan yang memang berhak dan mampu mengatur semuanya.
Tawakal: Jalan Menuju Ketenangan
Allah Ta’ala berfirman:
“Dan barang siapa bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya.” (QS. Ath-Thalaq: 3)
Ayat ini mengajarkan kepada kita satu pelajaran besar: tawakal. Tawakal bukan berarti pasrah tanpa usaha. Bukan pula menyerah sebelum berjuang. Tawakal adalah ikhtiar penuh, lalu menyerahkan hasilnya kepada Allah. Setelah kita berusaha semaksimal mungkin, kita biarkan Allah yang menentukan mana yang terbaik.
Sering kita menganggap bahwa kebahagiaan ada pada hal-hal yang kita genggam erat: harta, jabatan, rencana yang berjalan mulus. Namun kenyataannya, banyak orang tetap gelisah meski semua itu telah digenggam. Mengapa? Karena hatinya tak pernah menyerahkan semuanya kepada Sang Pemilik Alam.
Hikmah di Balik Keikhlasan Melepas
Ada keajaiban luar biasa saat kita berani melepas, saat kita sadar bahwa bukan kita pengatur semesta ini. Melepaskan bukan berarti gagal, tapi percaya bahwa Allah lebih tahu mana yang baik untuk kita. Tidak semua hal yang kita inginkan adalah yang terbaik di sisi-Nya.
Berapa banyak orang yang menangis karena rencana hidupnya gagal—namun akhirnya bersyukur karena kegagalan itu menyelamatkannya dari keburukan? Berapa banyak orang yang kecewa karena doanya belum dikabulkan—padahal penundaan itu adalah bentuk kasih sayang Allah yang ingin memberikan waktu terbaik?
Melepas bukan berarti kalah, melainkan memberi ruang bagi takdir Allah untuk bekerja dalam hidup kita. Di saat kita lelah menggenggam, di situlah rahmat Allah turun membawa kemudahan dan jalan keluar.
Belajar dari Nabi dan Orang Saleh
Lihatlah Nabi Ibrahim ‘alaihissalam. Saat diperintah menyembelih anak tercintanya, Ismail, beliau pasrah total kepada Allah. Tidak ada penggenggaman dunia di hatinya, bahkan kepada anak yang sangat beliau sayangi. Namun apa hasilnya? Allah ganti dengan sembelihan yang jauh lebih mulia, dan sepeninggal Nabi Ibrahim, sejarah mencatat namanya harum sepanjang zaman.
Demikian pula Rasulullah ﷺ, dalam setiap langkah dakwah beliau, ada tawakal yang sempurna. Meski dihina, diusir, bahkan diancam mati, beliau yakin sepenuhnya bahwa Allah adalah Pelindung terbaik. Hasilnya? Islam tersebar ke seluruh penjuru dunia.
Orang-orang saleh sepanjang sejarah juga melepaskan keterikatan hati kepada dunia. Mereka berusaha sungguh-sungguh, lalu menyerahkan hasilnya kepada Allah. Itulah sebabnya hati mereka tenang, wajah mereka bercahaya, hidup mereka penuh berkah.
Latihan untuk Melepas dan Menyerahkan
Bagaimana agar kita bisa melepaskan hal-hal yang bukan untuk kita kendalikan? Berikut beberapa latihan hati yang bisa dilakukan:
1. Perbanyak doa dan dzikir.
Sebut nama Allah di setiap waktu. Ingatkan diri bahwa hanya Allah yang mengatur segalanya.
2. Bersyukur atas apa yang ada.
Syukur membuat hati tidak serakah, tidak selalu ingin menguasai semua.
3. Berusaha dengan sungguh-sungguh, lalu relakan hasilnya.
Fokuslah pada proses, bukan hasil.
4. Biasakan berkata dalam hati: “Cukuplah Allah bagiku.”
Kalimat ini mengandung kekuatan luar biasa untuk menenangkan jiwa.
5. Belajar dari pengalaman.
Sadari bahwa rencana kita di masa lalu tak semuanya berjalan mulus—dan ternyata itu lebih baik.
Biarlah Allah yang Mengatur
Hidup ini seperti menggenggam pasir. Semakin erat digenggam, semakin banyak yang terlepas. Namun jika kita biarkan tenang di telapak tangan, pasir itu akan tetap ada dan tidak berhamburan. Demikian pula hidup: semakin kita ingin mengendalikan semua hal, semakin besar risiko kecewa dan gelisah. Tapi saat kita serahkan pada Allah, justru di situlah datang kelegaan.
Maka, wahai diri, tak semua harus kau genggam. Tak semua harus kau kontrol. Ada Sang Pemilik Alam yang Maha Mengetahui segalanya. Serahkanlah urusanmu kepada-Nya. Karena hanya Dia yang tahu mana jalan terbaik untukmu.
Dengan keyakinan ini, insya Allah, hati kita menjadi lebih lapang, hidup lebih ringan, dan jiwa lebih bahagia.
“Cukuplah Allah menjadi Penolong kami, dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung.” (QS. Ali Imran: 173)