Di antara sekian banyak tumbuhan yang tersebar di muka bumi, hanya segelintir yang disebut secara khusus dalam Al-Qur’an. Salah satunya adalah pohon zaitun. Pohon yang menjulang dengan tenang di tanah-tanah suci ini tidak hanya dikenal karena buahnya yang kecil dan sederhana, tetapi juga karena makna besar yang dikandungnya. Allah menyebut zaitun dalam kitab-Nya sebagai pohon yang diberkahi, dan menjadikannya bagian dari perumpamaan cahaya-Nya yang suci dalam Surah An-Nur.
Mengapa Allah memilih zaitun? Apa hikmah di balik penyebutan buah ini dalam wahyu? Dalam artikel ini, kita akan menelusuri makna zaitun dari sudut pandang Al-Qur’an, hadis, simbolisme spiritual, dan tidak kalah pentingnya: manfaat yang telah dibuktikan oleh ilmu pengetahuan modern. Sebab dalam setiap tetes minyak zaitun, tersimpan cahaya, keberkahan, dan penyembuhan—baik untuk tubuh maupun jiwa.
Zaitun dalam Al-Qur’an: Antara Wahyu dan Simbol Cahaya
Zaitun disebut dalam beberapa ayat Al-Qur’an, namun yang paling mendalam adalah Surah An-Nur ayat 35, saat Allah berfirman:
“…Dinyalakan dengan minyak dari pohon yang diberkahi, yaitu pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur dan tidak pula di sebelah barat, yang minyaknya hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api. Cahaya di atas cahaya…” (QS. An-Nur: 35)
Minyak zaitun dalam ayat ini menjadi lambang kebeningan, kesucian, dan kecenderungan fitrah manusia kepada cahaya Ilahi. Ia hampir menyala tanpa perlu sentuhan api—seperti hati yang bersih, yang peka terhadap petunjuk Allah tanpa harus dipaksa. Pohon zaitun yang “tidak tumbuh di timur maupun barat” menggambarkan kesempurnaan posisi, ketenangan dalam keseimbangan, dan pencerahan yang tidak terikat arah duniawi.
Pohon yang Diberkahi: Warisan Para Nabi
Allah juga menyebut zaitun dalam konteks keberkahan dan kenabian:
“Dan (Kami tumbuhkan) pohon (zaitun) yang tumbuh di Bukit Sinai, yang menghasilkan minyak, dan bumbu bagi orang-orang yang makan.” (QS. Al-Mu’minun: 20)
Zaitun bukan hanya buah biasa. Ia tumbuh di Bukit Sinai—tempat Musa AS menerima wahyu—mewakili kesinambungan antara bumi dan langit, antara wahyu dan makanan sehari-hari. Dalam ayat ini, zaitun menjadi penghubung spiritual dan fisik, keberkahan langit yang ditanamkan di bumi.
Zaitun dalam Hadits: Sunnah dan Keseharian
Rasulullah ﷺ juga menyebut zaitun dalam sabdanya:
“Makanlah minyak zaitun dan gunakanlah sebagai minyak rambut, karena ia berasal dari pohon yang diberkahi. (HR. At-Tirmidzi)
Hadits ini menunjukkan bahwa zaitun adalah bagian dari sunnah kehidupan, bukan hanya karena manfaat kesehatannya, tetapi karena ia membawa citra kesederhanaan dan keberkahan yang melekat dalam kehidupan Rasulullah ﷺ.
Manfaat Zaitun: Kesehatan dari Langit
Tak hanya spiritual, buah zaitun dan minyaknya juga mengandung segudang manfaat yang dibuktikan oleh ilmu pengetahuan modern. Ini menunjukkan bahwa keberkahan yang Allah sebutkan dalam Al-Qur’an bukan sekadar simbol, tetapi juga nyata secara fisik.
Beberapa manfaat utama zaitun antara lain:
1. Menyehatkan jantung
Minyak zaitun kaya akan lemak tak jenuh tunggal dan antioksidan, yang membantu menurunkan kadar kolesterol jahat dan meningkatkan kolesterol baik, mengurangi risiko penyakit jantung.
2. Mengandung antioksidan tinggi
Zaitun mengandung polifenol, vitamin E, dan zat antiinflamasi yang melindungi tubuh dari kerusakan sel akibat radikal bebas.
3. Meningkatkan fungsi otak
Lemak sehat dalam minyak zaitun mendukung kinerja otak dan melindungi dari penurunan kognitif yang berkaitan dengan usia.
4. Membantu pencernaan
Zaitun membantu produksi enzim pencernaan dan memiliki efek prebiotik yang mendukung pertumbuhan bakteri baik dalam usus.
5. Menjaga kesehatan kulit dan rambut
Dalam tradisi Islam, minyak zaitun digunakan sebagai pelembap alami yang menyehatkan kulit dan menguatkan rambut—sebuah sunnah yang kini didukung oleh sains dermatologi.
Dengan segala manfaat ini, tidak heran jika para nabi menjadikannya bagian dari hidup mereka. Zaitun adalah karunia yang melampaui zaman.
Cahaya dari Bumi untuk Jiwa
Kita hidup di zaman di mana dunia penuh hiruk-pikuk, cahaya artifisial, dan kegelisahan jiwa. Di tengah itu, zaitun hadir sebagai simbol ketenangan dan keterhubungan dengan langit. Seperti minyaknya yang bening, ia mengajak kita kembali kepada kesucian fitrah, kepada cahaya Allah yang tak pernah padam.
Zaitun mengajarkan bahwa keberkahan bukan tentang jumlah, tapi tentang nilai. Tidak perlu besar, tidak perlu mewah. Cukup sederhana, bersih, dan tulus—seperti buah zaitun yang kecil namun mendalam.
Hikmah dalam Setiap Tetes Zaitun
Zaitun bukan sekadar buah. Ia adalah tanda dari Allah. Dalam butirannya tersimpan pesan tentang cahaya, keberkahan, dan kesucian. Ia hadir dalam wahyu, di tangan para nabi, dan dalam tradisi umat Islam hingga kini.
Di dunia yang penuh kebisingan dan kegelisahan, zaitun mengingatkan kita pada kesederhanaan, kemurnian, dan cahaya yang tak pernah padam. Maka, saat kita melihat setetes minyak zaitun, semoga kita mengingat bahwa cahaya Allah selalu tersedia bagi hati yang mau menerima.
“Allah adalah cahaya langit dan bumi…” (QS. An-Nur: 35)